Sabtu, 20 Juli 2013

Pasar Hewan dan Makanan Ekstrem di Tomohon


Kelelawar Dimasak Santan, Tikus Dibumbu Rica




Saat menonton tayangan telivisi seperti Fear Factor, kita kadang ngeri melihat orang-orang disuruh makan ulat, kecoa, dan makanan ekstrem lainnya. Padahal, di negeri jamrud katulistiwa ini ada suku Minahasa, Sulawesi Utara yang terbiasa menyantap makanan ekstrem alias tidak biasa dimakan oleh warga masyarakat di daerah lain. Penasaran?

Berbelanja atau hanya sekedar melihat-lihat makanan nyeleneh bisa dilakukan di Pasar Tomohon dan Pasar Langowan, Manado, Sulawesi Utara. Namun sebagian besar wisatawan lebih memilih ke Pasar Hewan Tomohon. Pasar di Kelurahan Paslaten, Kecamatan Tomohon Timur tersebut bisa dicapai dengan naik bus bertarif Rp 6.000,- per orang, berangkat dari Terminal Karombasan. Sepanjang 45 menit perjalanan menanjak dan berkelok-kelok, penumpang bisa menikmati pemandangan kota Manado dengan pantainya yang indah nan biru.

Tiba Terminal Beriman Tomohon kita cukup berjalan kaki untuk mencapai Pasar Hewan Tomohon. Sebab pasar tersebut bersebelahan dengan terminal bis yang tepatnya berada di Kelurahan Paslaten, Kecamatan Tomohon Timur.

Hati-hati! Sebelum memasuki pasar yang dikenal sebagai pusatnya perdagangan hewan dan makanan nyeleneh dan ekstrim tersebut, sebaiknya kita siapkan mental terlebih dahulu supaya kita tidak terkejut dengan dagangan yang digelar didalamnya. Sekadar cerita dari mulut kemulut warga setempat, banyak wisatawan asing yang datang ke tempat ini yang akhirnya balik kanan didepan gerbang pasar lantaran tercengan dan kasihan melihat hewan-hewan tersebut dibunuh, dibakar, dipotong-potong, dan dijual untuk dimakan.

Dideretan paling dekat dengan pintu masuk pasar, terdapat lapak penjual daging kelelawar yang dalam bahasa Manado disebut paniki. Kelelawar?  Memang keunikan Pasar Hewan Tomohon terbukti nyata mampu mengejutkan para wisatawan yang baru bertama kali datang dipusat perbelanjaan daging nyeleneh ini. Sebab ditempat ini hewan-hewan yang dijual oleh sebagian besar masyarakat di negeri ini tidak biasa dikonsumsi.

Berarti bukan paniki saja? Paniki bukanlah satu-satunya hewan yang dijual disini. Di Pasar Tomohon juga dijual daging ular piton, ikan cakalang, tikus, buaya, penyu, anjing, kucing, babi, sapi, ulat, rusa bahkan kera. Wow!

Ekstrim? Di tempat ini, daging-daging hewan tersebut biasa dijualbelikan sebagai menu makanan sehari-hari. Entah sejak kapan Pasar Tomohon ini berdiri. Tetapi satu hal yang pasti, pasar itu menjadi tempat warga Manado berburu bahan makanan hewani.

Pemandangan dari daging monyet yang dicacah bersanding daging ular piton besar, serta paniki/ kelelawar dengan mukanya yang menyeringai sehingga terlihat gigi-gigi runcingnya menjadi pemandangan lazim bagi masyarakat Minahasa.

Resep Masakan Khas Minahasa

Paniki/ kelelawar ini dalam hidupnya hanya makan buah-buahan hutan, jadi enak sekali dimakan, dagingnya lembut dan ada rasa manisnya, lebih gurih dari daging ayam. Cocok dimasak bumbu santan,” ungkap Jeny Warokka (45) warga setempat yang biasa berbelanja di pasar Tomohon.
Paniki banyak didatangkan dari Ujung Pandang dan Gorontalo. Untuk ukuran besar dijual Rp 25 ribu /ekor sedangkan ukuran kecil Rp 15.000/ekor. Menurut Jheny, untuk memasak paniki kalau bisa jangan dibumbu pedas. Karena serat dagingnya yang lembut dan  agak rasa manis, lebih terasa nikmat bila dimasak bumbu santan.

“Begini cara masaknya, 4 atau 5 paniki ini dipotong potong, terus bumbu yang terdiri dari bawang merah 10 buah, jahe 1 iris, lombok merah 10 buah, 1 butir, bawang putih 5 siung dihaluskan dan ditumis dengan minyak kelapa 2 sendok. Setelah aroma gurihnya keluar masukkan paniki dan dioseng hingga setengah matang terus masukkan santan ukuran satu butir kelapa. Tunggu hingga matang. Nah…selamat mencoba,” imbuh Jheny memberi resep paniki santan.

Tidak jauh dari lapak hewan paniki, terdapat jejeran hewan tikus yang sudah dibakar dengan kulitnya terlihat menghitam. Tikus? Sekedar diketahui, binatang pengerat yang dijual dipasar Tomohon ini adalah jenis tikus pohon yang ditangkap dari hutan-hutan dikawasan Sulawesi Utara. Dijual dengan harga Rp 15 ribu/ekor ukuran besar dan Rp 10 ribu/ekor untuk kecil.  

“Rasanya? Enak, serius. Seperti perpaduan antara daging rusa yang manis dan daging sapi," ujar Jheny dengan mantap. Menurut wanita berkulit bersih ini, cara memasak tikus lebih cocok dibumbu rica alias pedas.

Lagi-lagi wanita asli suku Minahasa ini menularkan resepnya. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan tikus rica antara lain 5 tikus dipotong-potong, lumuri garam dan air jeruk nipis. Siapkan 100 gram bawang merah, iris tipis,2 lembar daun jeruk, buang tulang daunnya. Bumbu yang dihaluskan 10 buah cabai merah,1 ruas jahe,Garam.

“Tumis bawang merah iris hingga layu, masukkan bumbu halus dan daun jeruk, tumis hingga harum. Masukkan tikus, aduk rata, tutup rapat, masak hingga matang,” tuturnya sambil melangkah kearah pedagang anjing.

Disini para penjaja daging anjing mendatangkan barang dagangannya dari peternakan di Palu dan Gorontalo. Di Manado daging anjing biasa disebut RW kependekan dari Rintek Wuuk (bahasa Minahasa) yang artinya bulu pendek. Dalam melayani pembelinya, mereka memberikan dua pilihan.

Mau yang masih hidup atau sudah mati? Jika memilih anjing yang masih hidup, maka binatang penggonggong tersebut akan dimatikan terlebih dulu. Setelah itu dibakar dengan semburan api dari kompor tangan elpiji guna menghilangkan bulunya. Setelah bulu-bulu hewan tersebut terbakar, kemudian kulitnya tubuhnya dikerik dengan pisau dan kemudian dipotong-potong.

Untuk RW dijual dengan harga mulai Rp 350 ribu/ekor. Sedangkan bagi pembeli yang hanya membutuhkan beberapa kilo saja dibandrol dengan harga Rp 25 ribu/kg. “Untuk hari-hari biasa seperti ini, biasanya yang banyak pembeli kiloan. Kalau musim hari raya Natal atau Tahun  Baru biasanya pembeli minta perekor,” tutur Yansen Lendo (50) pedagang RW.

Sebagai penjual sekaligus penggemar masakan RW, Yansen ternyata suka membagikan resep masakan RW yang dia sebut sebagai resep keluarga yang didapat secara turun temurun. “Rw rasanya enak, cocok dimasak rica,” imbunya.

Sambil melayani beberapa pembeli, lelaki yang mengirim dua anaknya kuliah di Surabaya ini membeberkan resep masakan rica kebanggaannya. Tidak berbeda dengan resep Jheny untuk rica tikus, Yansen menambahkan 1 siung kunir, 1 gengam daun kemangi dan 7 batang daun bawang diiris seruas jari.

Yang tidak kalah menarik dari lapak pedagang RW adalah keberadaan daging ular piton. Karena langka dan sulit untuk mendapatkannya, daging ular piton mempunyai harga yang cukup mahal. Yosa Pondaag (40) membandrol harga daging binatang melata tersebut Rp 50 ribu/kilo. Uniknya, meskipun tergolong mahal, namun dalam sehari lelaki 3 anak ini mampu menjual 30 hingga 50 kilo perhari.“Daging ular ini sangat disukai untuk camilan saat pesta minum,” imbuhnya.

Dalam menggelar dagangannya, Yosa memajangnya diatas meja dalam kondisi ular utuh lengkap dengan kulitnya. Bila pembeli datang dia hanya menanyakan berapa kilo dan Yosa segera mengasah pisaunya untuk segera mencincang dan menimbangnya.“Biasanya saya dapat kiriman ular dari Tondano, Palu dan daerah lainnya,” imbuhnya

Para penjaja daging rusa pun tidak kalah. Ronal Sondak menggelar dagangan hewan mirip kambing tersebut secara utuh. Alasannya biar pembeli percaya bahwa yang mereka jual adalah benar-benar daging rusa bukan daging kambing atau binatang lainnya. “Daging rusa sangat mahal. Perkilo biasanya saya jual Rp 70.000,-. Makanya saya baru memotong motong dagingnya didepan pembelinya langsung,” ungkap Ronal serius.

Pedagang daging rusa di pasar ini, mendapat pasokan rusa dari hasil perburuan warga setempat. Namun  beberapa waktu terakhir ini pasokan dari kawasan sekitar sangat sedikit sementara permintaan masih banyak. “Untuk mendapatkan dagangan, saya mendatangkan daging rusa dari Kalimantan Tengah dan Papua,” imbuhnya.

Seekor rusa ukuran besar, Ronal membeli dari pemburu dengan harga Rp 5 juta. Namun ketika musim liburan Natal dan Tahun Baru harga rusa bisa naik hingga Rp 8 juta per ekor. “Saat itu pemintaan pembeli sangat tinggi, bahkan para pegawai Pemkot sering pesan jauh hari sebelum hari perayaan tiba,” tuturnya.

Bahkan, perayaan ulang tahun, pernikahan, atau syukuran rumah baru masayarakat Minahasa sering menggunakan daging rusa sebagai menu hidangan favoritnya. Untuk menyajikannya dimasak gulai atau balado. Untuk memasak gulai rusa,  membutuhkan 500 gr daging rusa segar, 7 siung bawang merah, 3 siung putih, 500 ml santan dari buah kelapa, 2 sdm kelapa sangrai,3 centi lengkuas, 5 buah cabe segar, 1/2 sendok teh ketumbar, 3 buah kemiri, 3 centi  jahe, 2 centi kunyit, 3 lembar daun salam, 3 lembar daun jeruk, 2 batang serai, garam dan marica secukupnya.

Cara memasak, daging rusa dirajang dadu ukuran 2×2 cm, rebus sebentar saja, karena daging rusa tidak terlalu liat. Semua bumbu digiling halus kecuali daun salam dan daun jeruk tumis bumbu dengan minyak sayur. Campur daging yg sudah direbus kemudian masukkan santan terus aduk  hingga matang, sambil cicipi masukkan garam dan penyedap rasa sesuai selera. Kecilkan api kompor, biarkan hingga 5 menit. Nah…siap disajikan.

Bagi wisatawan atau pengunjung pasar Tomohon untuk yang ingin mencicipi menu ekstrem tersebut tentu tidak harus beli daging di Pasar Tomohon, lalu memasaknya sendiri. Sebab dikawasan Sulawesi Utara tersebar banyak rumah makan yang menyajikan menu-menu khas Minahasa tersebut.

Beberapa rumah makan yang menjual menu ekstrem tersebut antara lain, RM Megfra, Heng-Mien, Tinoor Jaya, Nathan, Pemandangan, Imanuel Ragey, dan Kawangkoan Ragey. Rumah makan yang menyajikan menu ektrem tersebut umumnya berdiri di sepanjang jalan Manado-Tomohon. “Wisatawan bisa menikmati menu khas kami sambil menikmati pemandangan Kota Manado dari ketinggian,” tutur Pinkan Kandau (40) pengelola salah satu rumah makan di kawasan Manado-Tomohon.

Itulah keunikan daerah Sulawesi Utara dimana suku Minahasa berdiri secara turun temurun mewariskan keunikan budaya yang salah satunya budaya masakannya. Karena orang Minahasa suka mengkonsumsi ‘makanan hewani’ tentu pasar-pasar yang tersebar di beberapa tempat menjadi ramai dan menjadi pusat perhatian wisata. Hal ini semakin menjadi daya tarik yang lebih setelah dibumbui dengan keramahan masyarakatnya dalam menyambut dan melayani para wisatawan.(pras) 



   





Soup Bayi Manusia ada di Taiwan atau China (?), Makanan Paling Menjijikkan di Dunia

 

Cerita ini ditulis oleh seorang wartawan di Taiwan sehubungan dengan adanya gosip mengenai makanan penambah kekuatan dan stamina yang dibuat dari sari/kaldu janin manusia.
‘Healthy Soup’ yang dipercaya dapat mendapat stamina dan keperkasaan pria terbuat dari janin bayi manusia berumur 6 – 8 bulan. Salah seorang pengusaha pemilik pabrik di daerah Tong Wan , Taiwan mengaku sebagai pengkonsumsi tetap ‘Healthy Soup’.

Sebagai hasilnya, pria berusia 62 tahun menjelaskan khasiat ‘Healthy Soup’ ini mempertahankan kemampuannya untuk dapat berhubungan seks beberapa kali dalam semalam.

Penulis diajak oleh pengusaha tersebut di atas ke salah satu restoran yang menyediakan ‘Healthy Soup’ di kota Fu San -Canton dan diperkenalkan kepada juru masak restoran tersebut. Kata sandi untuk ’Healthy Soup’ adalah BAIKUT.

Juru masak restoran menyatakan jenis makanan tersebut tidak mudah didapat karena mereka tidak tersedia ‘ready stock’.Ditambahkan pula bahwa makanan tersebut harus disajikan secara fresh, bukan frozen.Tetapi kalau berminat, mereka menyediakan ari-ari bayi (plasenta) yang dipercaya dapat meningkatkan gairah seksual dan juga obat awet muda.

Juru masak restoran tersebut mengatakan jika memang menginginkan Healthy Soup’, dia menganjurkan untuk datang ke sebuah desa di luar kota dimana ada sepasang suami istri yang istrinya sedang mengandung 8 bulan.

Diceritakan pula bahwa si istri sebelumnya sudah pernah mengandung 2 kali, tetapi kedua anaknya lahir dengan jenis kelamin perempuan. Jika kali ini lahir perempuan lagi, maka ‘Healthy Soup’ dapat didapat dengan waktu dekat.

Cara pembuatan ‘Healthy Soup’, seperti yang diceritakan oleh jurnalis yang meliput kisah ini adalah sebagai berikut:

Janin yang berumur beberapa bulan, ditambah Pachan, Tongseng, Tongkui, Keichi, Jahe, daging ayam dan Baikut, Beberapa hari kemudian seorang sumber menghubungi penulis untuk memberitahukan bahwa di Thaisan ada restoran yang sudah mempunyai stok untuk ‘Healthy Soup’.

Bersama sang pengusaha, penulis dan fotografer pergi ke restoran di Thaisan untuk bertemu dengan juru masak restoran tersebut yang tanpa membuang waktu langsung mengajak rombongan untuk tour ke dapur.

Di atas papan potong tampak janin tak bernyawa itu tidak lebih besar dari seekor kucing.Sang juru masak menjelaskan bahwa janin tersebut baru berusia 5 bulan, tidak dijelaskan berapa harga belinya, yang pasti itu tergantung besar-kecil, hidup-mati janin tersebut dan sebagainya (Masya Allah!!!).

Kali ini, harga per porsi ‘Healthy Soup’ 3,500 RMB karena stok sedang sulit untuk didapat. Sambil mempersiapkan pesanan kami, dengan terbuka juru masak tersebut menerangkan bahwa janin yang keguguran atau digugurkan, biasanya mati, dapat dibeli hanya dengan beberapa ratus RMB saja, sedang kalau dekat tanggal kelahiran dan masih hidup, bisa semahal 2.000 RMB.

Urusan bayi itu diserahkan ke restoran dalam keadaan hidup atau mati, tidak ada yg mengetahui.Setelah selesai, ‘Healthy Soup’ disajikan panas di atas meja, penulis dan fotografer tidak bernyali untuk ikut mencicipi, setelah kunjungan di dapur, sudah kehilangan semua selera makan, maka cepat-cepat meninggalkan mereka dengan alasan tidak enak badan.

Menurut beberapa sumber, janin yang dikonsumsi semua adalah janin bayi perempuan. Apakah ini merupakan akibat kebijaksanaan pemerintah China untuk mewajibkan satu anak dalam satu keluarga yg berlaku sampai sekarang, atau hanya karena kegemaran orang akan makanan sehat sudah mencapai kondisi yang sangat terkutuk.


Makanan-makanan Extreme di Jepang

  


bayi hiu,bintang laut goreng,bulu babi:


ular panggang:


sayuran dengan hati anjing:


paru2 kambing:


jagung dengan saus jahe:


campuran sapi dan kuda rebus:


ulat sutra,kalajengking hitam,kumbang kotoran,jangkrik:


sate kalajengking:


kaki kadal:


sup otak anjing:


tiram,cumi dan buntut iguana:


kuda laut:

Rabu, 17 Juli 2013

Muslim Uighur Dilarang Berpuasa dan ke Masjid


Di siang bolong, pemerintah China memberikan buah-buahan dan minuman.

Selasa, 16 Juli 2013

Tentara China berjaga di Urumqi, wilayah Otonomi Uighur Xinjiang 

VIVAnews - Kelompok minoritas Muslim Uighur di Xinjiang, China, mengalami tekanan untuk tidak menjalankan ibadah puasa dari pemerintahan Partai Komunis. Mereka bahkan dilarang memasuki masjid dan dipaksa untuk berbuka puasa di tengah hari.

Kongres Uighur Dunia, sebuah organisasi Uighur di pengasingan, dilansir media Hong Kong, South China Morning Post, mengungkapkan bahwa petugas pemerintah kerap masuk ke dalam rumah warga setempat sambil membawa buah-buahan dan minuman di siang hari. Mereka memaksa warga untuk membatalkan puasa.

Juru bicara kongres ini, Dilxadi Rexiti, mengatakan bahwa pemerintah China juga melarang pengajaran kitab suci al-Quran dan mengawasi dengan ketat tempat-tempat ibadah. Salah satunya yang dipantau 24 jam adalah masjid di utara kota Karamay, seperti diberitakan oleh koran Karamay Daily.

Juru bicara Wilayah Otonomi Xinjiang Luo Fuyong membantah tuduhan ini. Dia berdalih, larangan puasa hanya diberlakukan untuk anak-anak kecil usia sekolah. "Kami menghargai keyakinan beragama dan tradisi, kami tegas soal ini. Hanya anak-anak SD yang diminta untuk tidak berpuasa selama Ramadan demi alasan kesehatan," kata Luo.

Kendati membantah, namun laporan terus berdatangan, salah satunya dari lembaga Commission on International Religious Freedom (USCIRF) asal Amerika Serikat. Juru bicaranya, Dr Katrina Lantos mengatakan bahwa banyak Muslim Uighur yang dipenjara karena melakukan praktik ibadah.

Selain itu, dalam laporan tahunan USCIRF, pegawai pemerintah, professor, pelajar juga banyak yang didenda jika melakukan berpuasa. "Dengan alasan stabilitas dan keamanan, Beijing melakukan tekanan terhadap Muslim Uighur, termasuk mengincar pengajian dan ibadah," kata Lantos.

Laporan lainnya dikeluarkan April lalu oleh Asosiasi Uighur Amerika (UAA) di Washington. Asosiasi ini mengutip seorang pemilik restoran dari Hotan yang mengatakan bahwa pemerintah akan mendenda restoran yang tutup selama bulan Ramadan. Padahal dia mengatakan, bulan Ramadan adalah waktu yang tepat untuk melakukan renovasi dan perbaikan restoran.

Memicu Kekerasan
Masyarakat Uighur kerap bentrok dengan pemerintah China dan memakan tidak sedikit korban jiwa. Akhir Juni lalu, warga bentrok dengan aparat dan menewaskan 35 orang di Xinjiang. April lalu, 21 orang terbunuh dalam peristiwa serupa di Kashgar.

Terparah terjadi pada 2009 lalu, bentrokan antara Muslim Uighur dengan aparat dan etnis Han yang menewaskan 200 orang, seperti diberitakan Turkish Weekly. Presiden UAA, Alim Seytoff, mengatakan pelarangan ibadah pada Ramadan kali ini akan semakin memicu kekerasan di wilayah tersebut.

"Pelarangan ibadah yang agresif, bahkan telah masuk ke ranah pribadi oleh pemerintah China, hanya akan memicu kemarahan masyarakat Uighur. Kekerasan akan kembali pecah akibat pelarangan yang sistematis ini," kata Alim Seytoff, presiden UAA.

Selasa, 16 Juli 2013

Sejarah Singkat Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia



Awal mula umat muslim Indonesia melaksanakan Haji belum diketahui pasti waktunya, namun diperkirakan sudah sejak awal mula Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 12, yang dilaksanakan secara perorangan dan kelompok dalam jumlah yang kecil serta belum dilaksanakan secara massal.

Sejak berdirinya kerajaan Islam di Indonesia perjalanan haji mulai dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya dan semakin meningkat jumlahnya setelah berdirinya kerjaan Pasai di Aceh pada tahun 1292.

Sejarah dan pengaturan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia mulai dilakukan sejak jaman penjajahan hingga saat ini, dan merupakan perjalanan yang panjang, yang tidak mungkin kita bahas dalam satu artikel. sehingga untuk mempermudah dalam penjelasannya, kita Klasifikasikan sejarah penyelenggaraan Ibadah Haji plus ke dalam beberapa Periode. pertama, Periode Masa penjajahan Belanda, kedua Periode Haji setelah kemerdekaan, ketiga, periode 1966 s/d 1998, keempat, periode haji 1999 s/d sekarang.

Pada ulasan kali ini, kita akan mengupas periode penyelenggaraan Ibadah haji pada periode Penjajahan Belanda. Bagaimana penyelenggaraan haji pada saat itu? Apakah sudah sangat modern seperti sekarang ini? mari kita simak ulasan berikut ini!


Penyelenggaraan Haji pada Masa Penjajahan Belanda
Pada masa penjajahan Belanda, penyelenggaraan ibadah haji dilakukan untuk menarik hati rakyat sehingga mengesankan bahwa Pemerintah Hindia Belanda tidak menghalangi umat Islam melaksanakan ibadah haji meskipun dengan keterbatasan fasilitas yang sebenarnya kurang bermartabat, dimana pengangkutan haji dilakukan dengan kapal KONGSI TIGA yaitu kapal dagang yang biasa digunakan untuk mengangkut barang dagangan, demikian juga tempat istirahat jamaah haji di kapal sama dengan apabila kapal tersebut mengangkut ternak. Faktor yang dominan dalam masalah perjalanan haji pada masa penjajahan ini, yaitu keamanan di perjalanan dan fasilitas angkutan jamaah haji masih sangat minim. Namun demikian hal tersebut tidak mengurangi animo dan keinginan umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji, bahkan jumlahnya mulai meningkat secara cepat, yang diperkirakan mulai sejak tahun 1910.


Pada tahun 1921 umat Islam mulai bergerak melakukan upaya perbaikan ibadah haji yang dipelopori KH Ahmad Dahlan, dengan menuntut KONGSI TIGA melakukan perbaikan pelayanan pengangkutan ibadah haji Indonesia. Pada tahun 1922 Volksraad mengadakan perubahan pada Pelgrims Ordannantie, sedangkan Hoofdbestuur Muhammadiyah mengutus anggotanya, KHM Sudjak dan M Wirjopertomo ke Makkah untuk meninjau dan mempelajari masalah yang menyangkut perjalanan haji. Hasil dari upaya-upaya tersebut ditetapkan dalam Ordanansi Haji 1922 Pemerintah Hindia Belanda. Ordonansi tersebut diantaranya mengatur mengenai angkutan jamaah haji, keamanan dan fasilitas angkutan selama dalam perjalanan.


Karena kedua permasalahan, yaitu keamanan dan fasilitas angkutan pada dasarnya telah teratasi, maka dengan sendirinya jumlah jamaah haji Indonesia pada saat itu terus melonjak. Pada tahun 1928, Muhammadiyah mengaktifkan penerangan tentang cita-cita perbaikan perjalanan haji. Sedangkan Nahdatul Ulama melakukan pendekatan dengan Pemerintah Saudi Arabia dengan mengirimkan utusan, KH Abdul Wahab Abdullah dan Syech Ahmad Chainaim Al Amir, menghadap Raja Saudi Arabia (Ibnu Saud) guna menyampaikan keinginan untuk memberikan kemudahan dan kepastian tarif haji (yang ketika itu banyak diselenggarakan oleh syech-syech) melalui penetapan tarif oleh Baginda Raja.


Pada tahun 1930 Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau mencetuskan pemikiran untuk membangun pelayaran sendiri bagi jamaah haji Indonesia. Pada tahun 1932, berkat perjuangan anggota Volskraad, Wiwoho dan kawan-kawan, Pelgrims Ordanantie 1922 dengan Staatblaad 1932 Nomor 544 mendapat perubahan pada artikel 22 dengan tambahan artikel 22a yang memberikan dasar hukum atas pemberian ijin bagi organisasi bonafide bangsa Indonesia (umat Islam Indonesia) untuk mengadakan pelayaran haji dan perdagangan.


Dalam perkembangan Sejarah Haji Indonesia pada masa Setelah Kemerdekaan, untuk lebih memberikan kekuatan legalitas penyelenggaraan haji, pada tanggal 21 Januari 1950 Badan Kongres Muslim Indonesia (BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji indonesia (PPHI) yang diketuai oleh KHM Sudjak.

Sebelumnya Pemerintah Indonesia pada tahun 1948 mengirimkan misi haji ke Makkah yang beranggotakan: KRH Moh. Adnan, H Ismail Banda, H Saleh Suady, H Samsir Sultan Ameh, untuk menghadap Raja Saudi Arabia, Ibnu Saud dan pada tahun itu juga bendera Merah-Putih pertama kali dikibarkan di Arafah. Pada tahun 1949 jumlah jamaah haji yang diberangkatkan mencapai 9.892 orang dan pada tahun 1950 mencapai angka 10.000 orang ditambah 1.843 orang yang berangkat secara mandiri. Penyelenggaraan ibadah haji pada masa ini dilakukan oleh Penyelenggara Haji Indonesia (PHI) yang berada di setiap Karesidenan.
Selanjutnya pada tahun 1952 dibentuk perusahaan pelayaran PT Pelayaran Muslim yang disetujui oleh Menteri Agama sebagai satu-satunya perusahaan yang menjadi panitia penyelenggaraan haji, karena pada saat itu belum ada biro travel haji seperti sekarang ini. Pada tahun ini Menteri Agama memberlakukan process quotum/sistem kuota regional sampai sekarang ini disebabkan besarnya jumlah masyarakat yang berminat untuk menunaikan ibadah haji, sementara fasilitas yang tersedia sangat terbatas. yang dimaksud dengan sistem kuota yaitu jumlah jatah yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat ke daerah berdasarkan minat masyarakat untuk menunaikan ibadah haji dari masing-masing daerah dengan pertimbangan skala prioritas. Meski ketika itu kecenderungan terus meningkatnya biaya haji terjadi, namun tetap saja jumlah masyarakat yang melakukan ibadah haji tetap juga meningkat.

Kedudukan PPHI lebih dikuatkan lagi dengan dikeluarkannya surat dari Kementerian Agama, ditandatangani oleh Menteri Agama RIS KH Wahid Hasyim, Nomor 3170 tanggal 6 Pebruari 1950, kemudian disusul dengan surat edaran Menteri Agama RI di Yogyakarta Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Pebruari 1950 yang menunjuk PPHI sebagai satu-satunya wadah yang sah, disamping Pemerintah, untuk mengurus dan menyelenggarakan perjalanan haji Indonesia. Sejak saat inilah dengan berdasarkan legalitas yang kuat, masalah haji ditangani oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama.
Sebagai informasi, pada tahun 1949 biaya haji sebesar Rp 3.395,14. pada tahun 1950 dan 1951 meningkat dua kali lipat menjadi sebesar Rp6.487,25.


Selanjutnya pada tahun 1962, dibentuklah sebuah Panitia yang mandiri yaitu Panitia Pemberangkatan dan Pemulangan Haji (PPPH). Panitia ini diberikan kewenangan penuh dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul dan pengambilan keputusan dilakukan oleh ketua Panitia atas persetujuan Menteri Agama, tanpa melibatkan departeman secara langsung. Pada tahun 1962, biaya haji sebesar Rp. 60.000 dan pada tahun 1963 biaya haji naik signifikan hampir 3,5 kali lipat menjadi Rp 200.000.


 Tidak lebih dari 2 tahun, pada tahun 1964 Pemerintah mengambil alih kewenangan PPPH dengan membubarkannya, selanjutnya kewenangan tersebut diserahkan kembali kepada DirjenUrusan Haji (DUHA). Pada tahun 1964 biaya haji tidak lagi disubsidi Pemerintah sehingga biayanya meningkat dua kali lipat dimana biaya dengan kapal laut ditetapkan sebesar Rp 400.000 sedangkan dengan pesawat udara ditentukan sebesar Rp 1.400.000. Di tahun 1964 juga dibentuklah PT Arafat untuk mengatasi permasalahan angkutan laut yang sebelumnya dilakukan oleh PT Muslim Indonesia, sebagaimana disuratkan dalam Keputusan Presiden Nomor 122 Tahun 1964.


Akibat situasi kenegaraan yang tidak menentu, paska peristiwa G-30S-PKI, berpengaruh terhadap kondisi ekonomi, mengakibatkan nilai rupiah terhadap mata uang asing mengalami penurunan yang sangat tajam, sehingga dengan Keputusan Menteri Urusan Haji Nomor 132/1965 penentuan biaya perjalanan haji menggunakan kapal laut ditentukan sebesar Rp 2.260.000. jumlah biaya haji yang mengalami kenaikan sangat drastis ini tidak menurunkan minat calon haji terhadap Program Biro Perjalanan Haji Umroh Plus, dimana jumlah jamaah haji pada tahun bersangkutan mencapai 15.000 orang.

Demikianlah Proses penyelenggaraan haji pada periode setelah kemerdekaan. yang awalnya haji diatur oleh panitia  PHI (penyelenggara haji indonesia) yang berada pada setiap kerasidenan. kemudian berkembang sistem kuota regional karena makin banyak peminatnya sampai sekarang ini. semoga bermanfaat.

Sumber : Haji.Kemenag.go.id

Penyelenggaraan Haji Periode 1966 s/d 1998

Bagaimana Penyelenggaraan Haji pada masa itu? Kita simak ulasan dibawah ini.

Pada saat itu terjadi perubahan struktur dan tata organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas penyelenggaraan haji di bawah wewenang Direktur Jenderal Urusan Haji, Departemen Agama, termasuk mengenai penetapan besaran biaya, sistem menejerial dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 Tahun 1966.

Penetapan biaya perjalanan ibadah haji saat itu ditetapkan dalam tiga kategori, yaitu haji dengan kapal laut, haji berdikari dan haji dengan pesawat udara. Dengan diberlakukannya kembali calon jamaah haji berdikari, maka sejak tahun 1967 penyelenggaraan ibadah haji dikembalikan kepada Menteri Agama melalui Keputusan Presiden nomor 92 Tahun 1967 yang memberikan wewenang kepada Menteri Agama untuk menentukan besarnya biaya haji.


Besaran biaya haji pada tahun 1968 kembali ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan Keputusan Nomor 111 Tahun 1968. Pada tahun 1968 ini, calon jamaah haji mulai merasakan bahwa pelayanan perjalanan haji yang dilakukan oleh swasta biayanya lebih mahal dibandingkan dengan penyelenggaraan haji oleh Pemerintah. Di samping itu banyak calon jamaah haji yang keberangkatannya diurus oleh Program Biro Perjalanan Haji Umroh Plus serta biro-biro perjalanan haji swasta ketika itu, mengalami gagal berangkat menunaikan ibadah haji dikarenakan keterbatasan alat transportasi laut.


Bercermin pada pengalaman buruk yang dialami oleh masyarakat calon jamaah haji, maka pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969 menetapkan kebijaksanaan bahwa seluruh pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji diproses dan diurus oleh Pemerintah,dan mengharapkan calon jamaah haji agar dalam menjalankan ibadah haji melalui prosedur resmi sesuai ketetapan pemerintah.


Pemerintah ikut serta bertanggungjawab secara penuh dalam penyelenggaraan haji, baik dari penentuan biayanya sampai kepada pelaksanaan serta hubungan antar dua negara mulai dilaksanakan pada tahun 1970. Pada tahun 1971 sampai dengan tahun 1973 penyelenggaraan ibadah haji tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Sebuah peristiwa tragis terjadi pada tahun 1974, yaitu ketika pesawat udara Martin Air yang mengangkut jamaah haji Indonesia mengalami kecelakaan di Colombo, yang menelan korban sebanyak 1.126 orang.


Pada tahun 1976 mulai dihapuskannya keberangkatan penyelenggaraan Haji dengan menggunakan kapal laut. Hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan perjalanan haji dengan kapal laut yang tidak dapat diselesaikan, termasuk pailitnya PT.Arafat. Mulai tahun 1979 Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: SK-72/OT.001/Phb-79 memutuskan untuk meniadakan pengangkutan jamaah haji dengan kapal laut dan menetapkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan dengan menggunakan pesawat udara.

 Pada awal penghapusan jamaah haji dengan kapal laut tersebut, kejadian tragis kembali terjadi, dimana pesawat udara yang mengangkut jamaah haji Indonesia mengalami kecelakaan kali kedua di Colombo yang disebabkan karena kesalahan navigasi pesawat Loft Leider. Jamaah haji yang meninggal ketika itu adalah sebanyak 960 orang.


Penyelenggaraan haji swasta Pada tahun 1981 dihentikan oleh Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1981 yang mengatur bahwa penyelenggaraan ibadah haji hanya oleh Pemerintah. Namun keputusan itu hanya berlaku 4 tahunan, karena sekitar tahun 1985,Pemerintah kembali mengikutsertakan  biro-biro perjalanan haji swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umroh.

Mulai tahun 1991 pemerintah menyempurnakan peraturan tentang penyelenggaraan haji dengan peraturan nomor 245 tahun 1991, yang menuangkan penekanan pada pemberian sanksi yang jelas kepada swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku.


Pernyelenggaraan haji sangat diwarnai Sentralisasi kebijakan dan monopoli pada fase ini, dimana menejemen penyelenggaraan haji yang diadopsi berbasis sistem birokrasi tradisional sebagaimana dilakukan pada masa kolonial Belanda.

Penyelenggaraan Haji Periode 1999 - sekarang

Sorotan masyarakat terhadap penyelenggaraan ibadah haji adalah mengenai inefisiensi dan biaya tinggi dalam segenap proses haji. Dalam Proses itu semua mewarnai perubahan kebijakan pada tahapan masa/fase ini. Pemerintah menghapus monopoli angkutan haji Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1998 dengan mengijinkan kepada perusahaan penerbangan asing, Saudi Arabian Airlines, untuk melaksanakan angkutan haji. Akibat kebijakan tersebut, biaya angkutan penerbangan dapat ditekan dari US$ 1.750,- menjadi US$1.200,-. Penurunan tarif ini juga sebagai imbas dari penghapusan pengenaan royalti per jamaah haji kepada Pemerintah Arab Saudi yang besarnya US$100,- per penumpang (sebagai kompensasi atas diikutsertakannya Saudi Arabian Airlines dalam pengangkutan jamaah haji Indonesia).


Setelah 54 tahun penyelenggaraan ibadah haji, baru pada tahun 1999 pertama kali diterbitkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sebagai pijakan yang kuat dalam penyelenggaraan haji Indonesia. Sejak keluarnya UU No. 17 tersebut, penyelenggaraan haji Indonesia bersandar pada ketentuan perundang-undangan ini.


Sedangkan pelaksanaan haji di Arab Saudi disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di negara tersebut sebagaimana tercantum dalam ‘Taklimatul Hajj’ yang mengatur berbagai aspek pelaksanaan haji, seperti pemondokan, transportasi, dan ketentuan teknis pelaksanaan ibadah seperti jadwal waktu pelemparan jumrah dan transportasi jamaah haji untuk Arafah-Muzdalifah-Mina dengan system taraddudi.

Saat ini sudah banyak sekali perbaikan dan renovasi Gedung di sekitar Mekkah dan Ka'bah. seperti tempat melempar jumrah yang sudah dibagi menjadi beberapa bagian, pasar seng, pembangunan hotel-hotel yang menjulang tinggi, dan masih banyak lagi perbaikan dan renovasi sekitar Makkah dan Ka'bah.

demikian sekilas Penyelenggaraan Haji Periode 1999 - sekarang yang dapat TravelHajiUmroh sampaikan. Semoga bisa menjadi kaca perbandingan dan pelajaran mengenai penyelenggaraan Ibadah haji ini. jazakumullah.