Berdakwah dimulai kepada diri sendiri. LPK: Wadah Masyarakat yang Mencintai Persaudaraan Sejati. Mari berbagi apa yang kita miliki. Berlomba berbuat kebaikan bukanlah menghalalkan saling sikut atau memonopoli kebaikan tetapi justru bahu-membahu dalam kebaikan. Jika memungkinkan kurangi sedikit dari hak kita dan lebihkan sedikit dari kewajiban kita. Dahulukan kewajiban sebelum menuntut hak. Perangi segala bentuk ketidakseimbangan di masyarakat dengan cara yang baik
Minggu, 03 Agustus 2014
Deklarasi Napi Cipinang 17 September 2006
Pada hari ini, Minggu 17 September 2006, 45( empat puluh lima ) orang napi LP Klas I Cipinang Jakarta, yang merupakan representasi penghuni LP Klas I Cipinang Jakarta, menandatangani” Deklarasi 17 September 2006,”yang terdiri dari 3 (tiga) halaman.
I. Sepakat Mendirikan Wadah Persatuan Napi Seluruh Indonesia
A. Latar Belakang Narapidana (napi) dan mantan napi, selama ini masih selalu diidentikkan dengan pelanggaran pidana. Kebanyakan orang tidak peduli dengan proses hukum yang sering tidak adil, pun tidak ambil peduli pada kondisi di mana seseorang yang tidak bersalah namun digiring menjadi tersangka lalu dimasukkan ke penjara. Pada bagian lain, napi sebetulnya hanyalah pelaku pelanggaran yang tertangkap (yang kemudian menjadi napi). Sedangkan pelaku pelanggaran yang tidak tertangkap, tidak menjadi napi. Hasil penelitian membuktikan (Psychology in Prisons, 1990), setiap orang pernah melakukan pelanggaran pidana – namun hanya sebagian kecil saja yang tertangkap. Maka secara kualitatif, napi (dan eks napi) dengan masyarakat biasa, sebetulnya sama saja: pernah melakukan pelanggaran pidana.
Kendati secara kualitatif sama, namun perlakuan negara berbeda jauh. Pemerintah hampir tidak peduli pada kualitas pembinaan napi. Inilah yang menyebabkan penjara di Indonesia menjadi “sekolah kejahatan.” Minimnya pembinaan di penjara, menyuburkan dendam sosial. Dalam kondisi sosial yang tidak berubah, selepas dari penjara tak sedikit yang kembali melakukan pelanggaran pidana dengan skala yang lebih besar.
Situasi ini kemudian diperparah oleh sistem hukum yang tidak baik: banyak napi yang dikenai hukuman pidana yang jauh lebih besar dari pelanggaran yang dilakukannya. Dalam banyak kasus, tidak melakukan pelanggaran tetapi direkayasa menjadi terdakwa/napi. Meski sejak 27 April 1964 kata warisan kolonial boei telah diganti dengan ”pemasyarakatan,” namun kualitas pemasyarakatan di Indonesia sekarang ini justru jauh merosot dibanding “penjara” pada zaman Hindia Belanda. Bangunan fisik Lembaga Pemasyakatan (LP) Klasifikasi I Cipinang sekarang ini misalnya, bisa menjadi bukti nyata, kualitasnya jauh di bawah Penjara Cipinang ketika didirikan Hindia Belanda tahun 1912.
Bahkan secara nasional bisa dikatakan, kondisi LP-LP di Indonesia dewasa ini lebih buruk dari penjara di zaman Hindia Belanda. Banyak hak-hak hukum napi yang diabaikan Pemerintah. Di satu sisi, pengabaian hak-hak napi bersumber dari kondisi pemerintah sendiri yang belum mampu menyediakan anggaran dana memadai untuk membina napi.
Di sisi lain, Pemerintah tidak menunjukkan keseriusan untuk memajukan pembinaan napi, sebagaimana terbukti dari banyaknya produk-produk hukum yang semakin mengebiri napi dan seakan-akan merupakan pengakuan tidak langsung bahwa pemerintah memang gagal membina napi. Ditambah lagi dengan perilaku birokrat yang membuat sesuatu yang sebetulnya mudah menjadi hal sulit dan mensyaratkan biaya besar.
Ironisnya, hampir tidak ada pengamat hukum yang mempertanyakan pengebirian berlebihan terhadap napi. Pun Partai Politik dan para anggota DPR, hampir tidak ada yang mau tahu tentang upaya pemasyarakatan napi yang kian lama kian memburuk.
B. Perlu Wadah Persatuan: Napi Indonesia
Sejarah membuktikan, kelompok masyarakat yang merasa perlu memperjuangkan hak-haknya, lebih baik mendirikan wadah organisasi sendiri, supaya perjuangan tetap terarah dalam konteks demokrasi. Dengan kenyataan sebagaimana dijelaskan di atas, para perwakilan napi LP Klas I Cipinang Jakarta, bersepakat mendirikan wadah Persatuan Napi dan Mantan Napi Seluruh Indonesia (disingkat Napi Indonesia).
Hak berserikat anggota masyarakat (tentu saja termasuk napi dan mantan napi), dijamin Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945, UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), dan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Sipil dan Hak Politik. Dasar organisasi Napi Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945 dan UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Hak Sosial dan Hak Politik.
C. Tujuan Organisasi
01. Memperjuangkan kualitas pembinaan napi dan mantan napi di seluruh LP dan Rumah Tahanan (Rutan) di Indonesia.
02. Menyediakan layanan bantuan hukum kepada napi atau calon napi serta mantan napi, untuk memastikan perlakuan hukum yang sesuai. 03. Memperjuangkan kesejahteraan yang lebih baik untuk seluruh napi dan pegawai Lembaga Pemasyarakatan (LP), sebab kualitas pembinaan napi tidak bisa dilepaskan dari kesejahteraan napi dan pegawai LP.
D. Misi
Menggalang solidaritas untuk memperjuangkan hak-hak hukum napi.
E. Visi
Mewujudkan konsep pemasyarakatan sebagaimana yang dicetuskan Menteri Kehakiman DR Sahardjo SH di Blitar 12 Januari 1962, dan sebagaimana yang dibahas dalam Konperensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di Lembang, Bandung (27 April 1964), sebagai konsep yang menggantikan “boei” peninggalan kolonial menjadi konsep dengan sepuluh prinsip pemasyarakatan:
10 PRINSIP PEMASYARAKATAN :
1. Pengayoman, dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.
2. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas dendam dari negara.
3. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk/lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu, atau hanya diperuntukkan kepentingan jawatan atau kepentingan Negara sewaktu-waktu saja.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan Pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat.
9. Narapidana hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dapat dialami.
Yang menjadi hambatan untuk melaksanakan Sistem Pemasyarakatan, ialah warisan rumah-rumah penjara yang keadaannya menyedihkan, yang sukar untuk disesuaikan dengan tugas Pemasyarakatan, yang letaknya di tengah-tengah kota dengan tembok yang tinggi dan tebal.
F. Anggaran Dasar Organisasi
Hal-hal yang menyangkut Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), bentuk organisasi, syarat-syarat keanggotaan dan pembentukan pengurus, secara lengkap akan disusun selambat-lambatnya 31 Desember 2006.
Pengurus organisasi akan dibentuk setelah ide dan deklarasi ini ke disebarluaskan ke LP-LP lain di Indonesia, dan LP-LP diharapkan memberi respon positif untuk bersama-sama membentuk wadah.
II. Menunjuk/Kuasa Kepada Rahardi Ramelan dan Sussongko Suhardjo
Dengan semakin banyaknya produk hukum sekitar pemasyarakatan yang bertentangan dengan produk hukum di atasnya, maka perwakilan napi Klas I Cipinang Jakarta, bersepakat:
Menunjuk dan memberi kuasa kepada Prof Dr Rahardi Ramelan dan Ir Sussongko Sahardjo MSc, MPA, PhD untuk mewakili Napi Indonesia untuk berhubungan dengan pihak mana pun, secara lisan maupun secara tertulis, dalam rangka memperjuangkan hak-hak napi.
Menunjuk Pengurus Sementara, dengan susunan sebagai berikut:
Juru Bicara NAPI : Prof Dr Rahardi Ramelan
Sekretaris Jenderal : Ir Sussongko Sahardjo MSc, MPA, PhD
Anggota-anggota : Eurico Gueteres
Adrian H. Waworuntu
Aprila Widharta
Sihol Manulang
Demikian deklarasi ini, ditandatangani di LP Klas I Cipinang Jakarta, Minggu 17 September 2006.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar