Senin, 29 April 2013

Surat Untuk Pemda DKI atau Instansi Terkait


Masukan untuk Pemda DKI dan instansi terkait:

Tarif  dalam SPOP PBB:
Setahu saya untuk menetapkan besarnya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) ada kriteria tertentu seperti lokasi (dipinggir jalan besar/ di gang sempit), lebar jalan (lebar jalan berapa meter), luas tanah dan bangunan, fasilitas yang dimiliki seperti telepon rumah/ daya listrik/ terpasang/ sumber air bersih, dst. Untuk itu ada tabel dan kelas-kelas tarifnya baik untuk Bumi/ Tanah dan Bangunan.
Tarif untuk bangunan dalam keadaan tetap/ tidak direnovasi semakin lama atau semakin tua usia bangunan maka tarifnya semakin kecil/ murah. Ini sesuai dengan harga jual bangunan tersebut.
Tarif untuk bumi/ tanah relatif sebaliknya. semakin lama akan semakin tinggi karena harga tanah khususnya di Jakarta boleh dikata semakin lama akan semakin mahal.
Namun dalam penerapan besarnya tagihan PBB yang saya lihat ternyata tidak seperti itu. Praktis tiap tahun untuk kelompok bumi/ tanah dan bangunan selalu sama-sama naik bahkan seringkali mencapai 10% dan tanpa membedakan antara bangunan baru atau lama (dipukul rata per jalan atau per lingkungan). Bangunan baru dan lama tarifnya sama. Bahkan jika ada bangunan baru atau bangunan yang direnovasi seringkali tagihan berdasarkan tarif lama yang keluar. Menurut pendapat saya ini tidak adsil dan menyalahi peraturan seharusnya ada petugas yang secara berkala (misal per dua tahun) atau melalui Kelurahan dan RT/ RW memberikan data terakhir untuk penyesuaian.

Kartu Pintar, Data RTS, Sistem Pendataan dan Pengawasan Keuangan
Setahu saya tiap kepala sekolah selalu mengemukakan bahwa dana BOS dan BOP dirasakan relatif pas-pasan kalau tidak boleh dikatakan masih tidak mencukupi kebutuhan contoh: karena kekurangan guru tetap sekolah terpaksa membayar guru honorer minimal 1 juta untuk seorang guru, begitu juga untuk buku dan seragam dalam hal dana BOS sehingga orangtua murid masih harus mengeluarkan uang untuk keperluan tersebut.
Mendengar tentang Kartu Pintar yang ada sekarang saya ingin tahui bagaimana kaitannya dengan dana BOS dan BOP yang sudah berjalan? Apakah tidak tumpang tindih ? Bagaimana sistem pengontrolannya agar tidak disalahgunakan terutama oleh oknum pejabat ? Apakah akan merata untuk seluruh siswa atau seluruh siswa miskin ? Jika merata bagaimana cara pengumpulan datanya agar seakurat mungkin ? Padahal data dari kelurahan bahkan BPS dalam hal RTS sebagai dasar pemberian raskin di kelurahan kami (Kelurahan Jati Jakarta Timur) ) sangat tidak akurat (berkurang banyak tanpa kejelasan alasannya, karena banyak janda miskin terhapus justru mereka yang masih relatif muda dan punya pekerjaan terdata)



Mohon Peninjauan Kembali Jam Masuk Sekolah di DKI Mulai Pk. 6.30
Saat ini di DKI jam masuk sekolah dimulai pada pukul 6.30 dengan alasan untuk mengurangi kemacetan yang terjadi jika berbarengan dengan mereka yang akan berangkat kerja.
Kenyataannya seringkali tidak efektif. Pada jam 6.15 di sekitar sekolah sudah terjadi kemacetan yang parah jika banyak siswa yang diantar atau menggunakan kendaraan roda empat. Akhirnya sekolah terpaksa memberi toleransi bahkan sampai 15 menit. Kenapa ? Karena:

  1. Mereka yang berangkat kerja pun waktu berangkatnya tidak sama, tergantung jauhnya tempat tinggal mereka dan tempat kerjanya. Ingat mereka yang bekerja di DKI bukan hanya mereka yang berdomisili di Jakarta tetapi juga wilayah sekitarnya seperti Bekasi, Tangerang, Depok bahkan Bogor begitu juga sebaliknya, banyak warga DKI bekerja di daerah sekitar DKI.
  2. Begitu juga mereka yang bersekolah tergantung jarak rumah dan sekolah.
  3. Apalagi tidak sedikit yang berangkat kerja sekaligus mengantar anak mereka ke sekolah.
  4. Kondisi macet tidak macet di sekitar sekolah juga tergantung apakah siswa di sekolah tersebut banyak yang menggunakan kendaraan roda empat atau tidak. 
  5. Di sekolah yang siswanya sebagian besar menggunakan kendaraan umum, berjalan kaki, bersepeda atau sepeda motor saja relatif tidak sampai terjadi kemacetan.
  6. Jadi sebaiknya masing-masing siswa/ orangtua menyesuaikan waktu keberangkatannya agar tidak terlambat adapun sekolah dan kantor/ perusahaan dalam satu wilayah tertentu dapat membuat kesepakatan bersama jam masuk untuk mencegah terjadinya kemacetan/ keterlambatan. Misal penyebab kemacetan adalah sebuah SD favorit yang siswanya banyak  menggunaan kendaraan roda empat sementara di dekatnya juga ada SMP dan SMU yang siswanya kebanyakan pakai kendaraan umum atau sepeda motor, maka jam masuk antara SD dan SMP/ SMU tersebut tidak perlu sama. SD mulai jam 6.30 sementara SMP/ SMU bisa jam 7.00.


Kaitan Membangunkan Lahan Tidur/ Tidak Produktif dengan Usaha Mengurangi Kemacetan dan Keamanan Kendaraan
Masalah kemacetan di DKI memang pelik karena Jakarta dijadikan pusat segala-galanya, ya pusat pemerintahan, ya pusat perdagangan dan pusat-pusat lainnya. Namun masih banyak langkah kecil yang dapat dilakukan untuk menguranginya.
Langkah besar tentunya dengan mengefisienkan dan mengefektifkan penggunaan transportasi umum. Dan kebijakan makro lain. Namun secara kecil-kecilan juga dapat dengan penataan parkir 24 jam, berarti di luar dan pada waktu kerja.
Misal angkutan umum seperti metro mini (bis tanggung), mikrolet dan angkot harus punya pool atau minimal garasi dan tidak dibolehkan parkir dipinggir jalan untuk keperluan apapun termasuk perbaikan.
Begitu juga dengan mobil pribadi. Jadi tanpa perlu melarang pembelian mobil, masyarakat akan berpikir dua kali karena harus menyiapkan garasi. Kebijaksanaan ini diharapkan akan menarik pemilik lahan tidur/ tidak produktif menggunakan lahannya untuk sewa parkir. Membuka lapangan kerja, produktivitas dan keamanan secara sekaligus.

Pengurusan KK dan KTP
Saat ini di kelurahan Jati - Jakarta Timur untuk pengurusan KTP dan KK dikenakan biaya Rp 10.000,00 Padahal pernah ditempel pemberitahuan bahwa dalam perda kedua pelayanan tersebut gratis kecuali untuk keterlambatan atau membuat KTP pertama kali. Peraturan yang diberlakukan saat ini sebenarnya seperti apa? Mohon kejelasan dan penegakan peraturan. Petugas-petugas honorer di kelurahan dan kecamatan atau di walikota dibayar dari dana apa?. Karena kabarnya pungutan-pungutan tak rersmi digunakan juga untuk membayar mereka. Akibatnya pertanggungjawaban jadi tidak jelas dan membuka peluang penyelewengan.


Mana Yang Lebih Utama: 
Razia Kendaraan Bermotor atau Menegakkan Disiplin Di Jalan?
Tugas polisi lalu lintas bukan menggelar razia apalagi yang berkesan menjaring atau menjebak pengemudi khususnya sepeda motor. Seharusnya dengan jumlah personil yang tidak memadai mereka lebih fokus pada tugas utama menjaga ketertiban berlalu lintas, keselamatan pengguna jalan, keamanan di tempat mereka bertugas.

Saat ini mereka yang memiliki SIM tidak otomatis akan tertib berlalu lintas karena seperti kita tahu pengurusan SIM lebih terasa kuatnya unsur uang daripada untuk ketertiban berlalu lintas.

Bukankan kewajiban memiliki SIM tujuannya agar para pengemudi tertib dalam berlalu lintas selain sebagai bukti bahwa yang bersangkutan memang sudah menguasai cara mengemudi yang aman?
Jadi pada saat bertugas di jalan, yang lebih perlu ditindak, dihentikan atau ditilang oleh polisi lalu lintas adalah mereka yang jelas-jelas melanggar rambu dan marka, atau membahayakan pengguna jalan, biang/ penyebab kemacetan, dan penyebab gangguan lalu lintas secara langsung atau mereka yang diperkirakan usianya belum boleh mengendarai kendaraan bermotor. Hal tersebut dapat lebih fair jika dengan pembuktian pelanggaran melalui kamera di jalan raya, bukan sekehendak si polisi lalu lintas seperti tindakan preman yang akan memalak atau menguasai sepeda anak-anak kita.

Peraturan Ganjil Genap untuk Mengatasi Kemacetan

Jika peraturan "Ganjil-Genap" Nomor Polisi akhirnya ingin diterapkan sebagai salah satu upaya mengatasi kemacetan, saya hanya ingin memberi masukan agar peraturan tersebut hanya diberlakukan untuk kendaraan roda empat berplat hitam di luar mobil bak terbuka/ box. Kenapa? Karena kalau bicara kemacetan, salah satu penyebabnya adalah kendaraan roda empat yang parkir di pinggir jalan maupun yang memadati tempat-tempat/ gedung  parkir dan badan jalan. Apakah perlu juga diterapkan pada sepeda motor ? Menurut saya tidak perlu, karena sepeda motor bukan penyebab kemacetan. Buktinya, dengan bentuk yang relatif ramping sepeda motor mudah menerobos sampai baris terdepan ketika lampu merah menyala.
Masalah yang ditimbulkan pengemudi sepeda motor adalah berbagai pelanggaran seperti melawan arus, menerobos lampu merah, berjalan di trotoar dan sebagainya. Untuk itu mereka boleh ditindak. Jangan lupa salah satu penyebab mereka melakukan pelanggaran adalah sempitnya badan jalan karena dipenuhi kendaraan lain khususnya kendaraan roda empat. Apalagi tidak sedikit diantara pengendara sepeda motor adalah kalangan menengah bawah yang hanya punya satu-satunya kendaraan bermotor atau pekerjaannya mengandalkan mobilitas tinggi seperti kurir dan petugas dinas luar lain yang dalam sehari harus mengunjungi banyak tempat sehingga yang paling efisien adalah dengan sepeda motor.

Membuktikan Gratifikasi Seks

Sebenarnya pembuktian gratifikasi seks tidaklah sukar, persis seperti mencegah penlaran virus HIV dari kalangan pekerja seks, pria hidung belang atau hubungan seks sejenis. Awal pencegahan adalah menjadikan perzinaan dalam segala bentuknya adalah haram dan dapat dikenakan hukuman badan.

Pemilihan Ketua RT dan RW Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 36 Tahun 2001 Tentang Pedoman Rukun Tetangga dan Rukun Warga Di Provinsi DKI Jakarta

Keberadaan Ketua RT dan RW di lingkungan masyarakat di Indonesia tentu sangat membantu pemerintah dalam banyak hal karena di negeri kita yang birokrasi dalam sistem informasi, dokumentasi dan komunikasi masih belum diatur dengan baik.
Tetapi sayang Pemda DKI belum membuat Pedoman yang jelas untuk hal tersebut. Yang saya sorot kali ini adalah Keberadaan Forum Musyawarah RT yang disebut sebagai Forum Musyawarah Tertinggi tanpa uraian Tertinggi Sejauh dan Dalam Hal Apa?

Ada kelompok masyarakat yang tidak mau menjadi Ketua RT tetapi lebih suka berada di belakang sebagai DALANG yang mengatur setiap tindakan dan keputusan Ketua RT. Dengan cara ini mereka menjadi "Penguasa Sesungguhnya" tanpa risiko. Mereka berusaha membuat Forum Musyawarah RT berfungsi semacam MPR sementara Ketua RT semacam Presiden yang diberi mandat oleh MPR. Dalam hal ini mereka membentuk suatu kelompok atas dasar klaim "Warga Peduli" bukan atas mandat dari warga lainnya. Kemudian mereka mengklaim diri sebagai Forum Musyawarah RT yang mewakili kehendak warga lainnya yang berhak mengatur segala Keputusan, Kebijakan dan Tindakan yang akan diambil oleh Ketua RT dan merasa berwenang memberhentikan atau memaksa Ketua RT mengubah keputusan yang tidak "seizin" mereka.


Padahal jika kita renungkan Forum Musyawarah RT adalah Forum yang anggotanya seluruh warga termasuk sang Ketua RT dengan fungsi MEMBANTU Ketua RT dalam hal sang Ketua merasa belum mantap dalam membuat suatu keputusan atau membutuhkan masukan lain dari sekalian warga tanpa menghilangkan wewenang Si Ketua RT dalam memilih opsi yang akan dijalankan. Pilihan Keputusan yang akan diambil sepenuhnya ditangan Si Ketua RT baik itu berasal dari dirinya, atau usul dari salah seorang warga atau kombinasi dari beberapa pendapat yang masuk karena pada akhirnya beliau yang harus mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil. Itulah yang dimaksud bermusyawarah. Jika yang ingin diterapkan asas demokrasi maka forumnya harus lebih khusus karena diperlukan kelompok masyarakat yang para individunya punya kemampuan dan pengetahuan yang setaraf tentang masalah yang akan dibahas dan lebih baik lagi jika terdiri dari orang-orang bijak dan jujur yang bertaqwa kepada Allah SWT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar