"Mereka nanya, saya lakukan penarikan apa enggak? Saya bilang enggak. Mereka menganggap, saya tarik duit. Ya saya nggak bisa nyebutin angka pastinya, tapi saya tak pernah tarik uang besar," kata Ezki saat dihubungi merdeka.com, Selasa (13/5).
Ketika disinggung soal jumlah uang tersebut mencapai puluhan juta, Ezki masih enggan mengungkapkan jumlah pastinya. Namun, dia membenarkan bila duit yang diduga hilang itu mencapai angka tersebut.
"Ya sekitar puluhan juta yang mereka bilang saya melakukan penarikan," ujarnya.
Ezki menjelaskan, sebagai nasabah Bank Mandiri, dia tidak menggunakan fasilitas lain seperti SMS banking atau internet banking. Sebab, selama ini dirinya hanya memakai fasilitas ATM saja.
Namun sampai saat ini, Ezki mengaku belum melihat jumlah saldo yang ada di rekeningnya saat ini. "Saya belum tahu, saya belum cek. Ya sekalian besok saja," ucapnya.
Atas informasi tersebut, Ezki bakal memenuhi panggilan kantor cabang Bank Mandiri Matraman, Jakarta Timur. Dirinya diharuskan membawa buku tabungan dan KTP saat datang ke bank tersebut.
"Besok disuruh bawa buku tabungan dan ID (KTP). Saya besok ke Bank Mandiri Matraman," pungkasnya.
Misteri ATM Bank Mandiri dan Hak Konsumen
Senin malam (12/5), ketika asyik menyeruput kopi di sebuah warung bersama dua wartawan senior, tiba-tiba masuk pesan pendek. Pengirim pesan yang masuk pada sekitar pukul 10 malam itu hanya tertera: BankMandiri dan diawali angka 26.
Isinya: "Nasabah Yth, Kartu Mandiri Anda kami blokir guna keamanan data Anda. Segera ganti kartu di cabang terdekat dengan membawa kartu dan identitas diri."
Saya hanya bisa ternganga. Bingung. Bersama rekan yang sedang ngemil dan ngopi itu, kami coba cek ke mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Bisa masuk, tapi ketika cek saldo, ternyata tidak bisa digunakan.
Selasa (13/5) pagi, saya coba lagi ke ATM. Kali ini jawabannya lebih kejam: "Kartu tidak dapat digunakan".
Dari konfirmasi ke layanan nasabah di cabang Bank Mandiri, mendapatkan jawaban adanya percobaan kejahatan melalui sejumlah ATM dan merchant Bank Mandiri dengan cara mencuri nomor kartu dan nomor identifikasi personal atau PIN. Tapi mesin dan merchant yang mana? Maksudnya, jika tempat-tempat itu penuh risiko, tentu nasabah layak tahu agar tidak terjebak atau terlanjur mengalami masalah.
Jawabnya: “Ya di ATM tempat umum seperti pom bensin atau lainnya.” Soal merchant tak terjawab.
Sudahlah. Sebagai nasabah kecil, apa boleh buat. Kendati jawaban masih penuh misteri atau mengambang, terima saja untuk ganti kartu.
Saya makin menyadari bahwa yang namanya nasabah, terutama nasabah kecil, rupanya tidak terlalu penting bagi perbankan. Bahkan tak perlu diberikan jawaban jelas.
Padahal, definisi nasabah dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 cukup terhormat. Disebutkan, nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Bukankah ini berarti nasabah adalah pihak yang membayar, dan perbankan adalah pihak yang dibayar?
Jika makna itu bukan ilusi, sejatinya nasabah mendapatkan layanan yang baik. Termasuk berhak mengetahui informasi demi melindungi dananya yang disimpan di bank, seperti pada Bank Mandiri itu.
Apalagi, pada Pasal 29 undang-undang tersebut
dinyatakan: "Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank."
Entahlah jika undang-undang tersebut hanya ilusi bagi nasabah. Sehingga, posisinya menjadi terbalik: nasabah yang butuh bank, bukan bank butuh nasabah. Mungkin saja.
Tapi tunggu dulu. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 menyebutkan bahwa konsumen berhak atas informasi, bukan hanya kenyamanan dan perlindungan atas penggunaan barang atau jasa. Hal ini tegas dituangkan pada Pasal 4.
Dengan landasan dua undang-undang ini, seharusnya Bank Mandiri memberikan penjelasan lebih terang kepada nasabah. Jika ada mesin ATM yang bermasalah, jelaskan di mana saja. Seandainya ada merchant yang penuh risiko, beri tahu nasabah agar tidak transaksi dengan kartu debet di situ. Dengan begitu, nasabah terlindungi.
Apalagi, Bank Mandiri adalah badan usaha milik negara yang artinya, ya milik rakyat. Jika tidak sensitif terhadap nasabah ritel, sebaiknya perlu diingat ada hak rakyat pada Badan Usaha Milik negara (BUMN) seperti Mandiri, mengingat modalnya, di antaranya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lain halnya kalau ini juga dianggap ilusi.
Atau jangan-jangan, dugaan adanya potensi kejahatan yang membuat sejumlah ATM nasabah Bank Mandiri diblokir sepihak itu ilusi juga. Yang pasti, ketika saya datang ke kantor cabang Mandiri untuk ganti kartu, langsung disodori produk baru bank plat merah itu.
Sayang, ketika itu saya sudah tak ada minat.
Herry Gunawan, Pendiri Plasadana.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bank Mandiri menegaskan tidak ada pengaruh atas pembobolan sejumlah nasabah perbankan lain terhadap pemblokiran nasabahnya. Karena hal ini merupakan usaha preventif mencegah aksi serupa untuk tidak terjadi di bank pelat merah tersebut.
"Ini murni karena sikap kami yang berusaha menjaga - jaga dari hal yang terjadi di bank lainnya, namun itu bukan berarti kami alami efek dari pembajakan tersebut," kata Corporate Secretary Bank Mandiri Nixon LP Napitulu, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/5/2014).
Nixon mengatakan efek dari pemblokiran tersebut juga tidak besar karena hanya melibatkan sekitar 2.000 nasabah dari total 11 juta nasabah Bank Mandiri. Terlebih semua yang diblokir adalah kartu debet yang bukan merupakan nasabah prioritas.
"Bukan nasabah prioritas, hanya kartu yang kami blokir karena ada kemungkinan penggandaan dan tidak terhubung dengan bank yang dibobol tersebut jadi mereka masih bisa bertransaksi dengan sistem lainnya seperti e-banking atau internet banking," katanya.
Sebelumnya, beredar kabar banyak nasabah Bank Mandiri panik akibat terblokirnya kartu ATM mereka pada senin (12/5/2014). Beberapa nasabah mendapatkan pemberitahuan soal pemblokiran acak, sebagian yang lain tidak.
Seperti diketahui, kepanikan melanda nasabah yang tak mengaktifkan layanan mobile banking maupun SMS banking. Kabar pemblokiran kartu ATM Bank Mandiri juga ramai diperbincangkan di jejaring media sosial
Isinya: "Nasabah Yth, Kartu Mandiri Anda kami blokir guna keamanan data Anda. Segera ganti kartu di cabang terdekat dengan membawa kartu dan identitas diri."
Saya hanya bisa ternganga. Bingung. Bersama rekan yang sedang ngemil dan ngopi itu, kami coba cek ke mesin anjungan tunai mandiri (ATM) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Bisa masuk, tapi ketika cek saldo, ternyata tidak bisa digunakan.
Selasa (13/5) pagi, saya coba lagi ke ATM. Kali ini jawabannya lebih kejam: "Kartu tidak dapat digunakan".
Dari konfirmasi ke layanan nasabah di cabang Bank Mandiri, mendapatkan jawaban adanya percobaan kejahatan melalui sejumlah ATM dan merchant Bank Mandiri dengan cara mencuri nomor kartu dan nomor identifikasi personal atau PIN. Tapi mesin dan merchant yang mana? Maksudnya, jika tempat-tempat itu penuh risiko, tentu nasabah layak tahu agar tidak terjebak atau terlanjur mengalami masalah.
Jawabnya: “Ya di ATM tempat umum seperti pom bensin atau lainnya.” Soal merchant tak terjawab.
Sudahlah. Sebagai nasabah kecil, apa boleh buat. Kendati jawaban masih penuh misteri atau mengambang, terima saja untuk ganti kartu.
Saya makin menyadari bahwa yang namanya nasabah, terutama nasabah kecil, rupanya tidak terlalu penting bagi perbankan. Bahkan tak perlu diberikan jawaban jelas.
Padahal, definisi nasabah dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 cukup terhormat. Disebutkan, nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Bukankah ini berarti nasabah adalah pihak yang membayar, dan perbankan adalah pihak yang dibayar?
Jika makna itu bukan ilusi, sejatinya nasabah mendapatkan layanan yang baik. Termasuk berhak mengetahui informasi demi melindungi dananya yang disimpan di bank, seperti pada Bank Mandiri itu.
Apalagi, pada Pasal 29 undang-undang tersebut
dinyatakan: "Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank."
Entahlah jika undang-undang tersebut hanya ilusi bagi nasabah. Sehingga, posisinya menjadi terbalik: nasabah yang butuh bank, bukan bank butuh nasabah. Mungkin saja.
Tapi tunggu dulu. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 menyebutkan bahwa konsumen berhak atas informasi, bukan hanya kenyamanan dan perlindungan atas penggunaan barang atau jasa. Hal ini tegas dituangkan pada Pasal 4.
Dengan landasan dua undang-undang ini, seharusnya Bank Mandiri memberikan penjelasan lebih terang kepada nasabah. Jika ada mesin ATM yang bermasalah, jelaskan di mana saja. Seandainya ada merchant yang penuh risiko, beri tahu nasabah agar tidak transaksi dengan kartu debet di situ. Dengan begitu, nasabah terlindungi.
Apalagi, Bank Mandiri adalah badan usaha milik negara yang artinya, ya milik rakyat. Jika tidak sensitif terhadap nasabah ritel, sebaiknya perlu diingat ada hak rakyat pada Badan Usaha Milik negara (BUMN) seperti Mandiri, mengingat modalnya, di antaranya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lain halnya kalau ini juga dianggap ilusi.
Atau jangan-jangan, dugaan adanya potensi kejahatan yang membuat sejumlah ATM nasabah Bank Mandiri diblokir sepihak itu ilusi juga. Yang pasti, ketika saya datang ke kantor cabang Mandiri untuk ganti kartu, langsung disodori produk baru bank plat merah itu.
Sayang, ketika itu saya sudah tak ada minat.
Herry Gunawan, Pendiri Plasadana.com
Bank Mandiri Hanya Blokir Kartu Debet Milik 2.000 Nasabah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bank Mandiri menegaskan tidak ada pengaruh atas pembobolan sejumlah nasabah perbankan lain terhadap pemblokiran nasabahnya. Karena hal ini merupakan usaha preventif mencegah aksi serupa untuk tidak terjadi di bank pelat merah tersebut.
"Ini murni karena sikap kami yang berusaha menjaga - jaga dari hal yang terjadi di bank lainnya, namun itu bukan berarti kami alami efek dari pembajakan tersebut," kata Corporate Secretary Bank Mandiri Nixon LP Napitulu, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/5/2014).
Nixon mengatakan efek dari pemblokiran tersebut juga tidak besar karena hanya melibatkan sekitar 2.000 nasabah dari total 11 juta nasabah Bank Mandiri. Terlebih semua yang diblokir adalah kartu debet yang bukan merupakan nasabah prioritas.
"Bukan nasabah prioritas, hanya kartu yang kami blokir karena ada kemungkinan penggandaan dan tidak terhubung dengan bank yang dibobol tersebut jadi mereka masih bisa bertransaksi dengan sistem lainnya seperti e-banking atau internet banking," katanya.
Sebelumnya, beredar kabar banyak nasabah Bank Mandiri panik akibat terblokirnya kartu ATM mereka pada senin (12/5/2014). Beberapa nasabah mendapatkan pemberitahuan soal pemblokiran acak, sebagian yang lain tidak.
Seperti diketahui, kepanikan melanda nasabah yang tak mengaktifkan layanan mobile banking maupun SMS banking. Kabar pemblokiran kartu ATM Bank Mandiri juga ramai diperbincangkan di jejaring media sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar