Selasa, 03 Juni 2014

Membandingkan Sikap Kiai Hasyim Asy'ari, Gus Dur, dan Said Agil Siradj


JAKARTA (voa-islam.com) - Betapa kalau menengok sejarah ke belakang begitu besarnya peranan Kiai Hasyim Asy’ari, membebaskan Indonesia dari penjajah. Pendiri  Nahdlatul Ulama (NU) itu berhasil menggerakan seluruh kekuatan NU melawan penjajah Sekutu di Surabaya.
Penjajah Barat itu, mereka adalah orang-orang kafir, yaitu Yahudi dan Nasrani. Mereka menjajah Indonesia. Berusaha terus menjajah  dengan kekuatan mereka, ingin menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan.
Dengan kondisi seperti itu, maka pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asyari mengumpulkan wakil-wakil dari cabang NU di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan itu, diputuskan bahwa melawan penjajah sebagai jihad, atau kemudian dikenal dengan resolusi jihad.

Setelah resolusi jihad dicetuskan, ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya. Pada 10 November 1945 atau tepatnya dua minggu setelah resolusi jihad dikumandangkan. Meletuslah peperangan sengit antara pasukan Inggris melawan pasukan Hisbullah yang cuma bersenjatakan bambu runcing. Konon, ini adalah perang terbesar sepanjang sejarah Nusantara.

Perang yang berlangsung kurang lebih selama tiga minggu ini akhirnya dimenangkan oleh pasukann Hisbullah dan Arek-arek Suroboyo. Pasukan Inggris yang tangguh itu pun lumpuh, dan bertekuk lutut.
Dalam episode film “Sang Kiai” para santri Tebu Ireng, mereka dengan penuh gelora semangat jihad, melawan pasukan Sekutu, bahkan berhasil menembak mati, dua panglima Sekutu, diantaranya Jendral Mallaby.

Resolusi Jihad NU itu pernah dimuat di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi No. 26 tahun ke-I, Jumat Legi, 26 Oktober 1945. Ini bagian penting resolusi jihad :

Bismillahirrahmanirrahim
Resolusi
Rapat besar wakil-wakil daerah (Konsul-konsul) Perhimpunan Nahdlatul Ulama seluruh Jawa-Madura pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di Surabaya:

Mendengar:
Bahwa di tiap-tiap daerah di seluruh Jawa-Madura ternyata betapa besarnya hasrat ummat Islam dan Alim ulama di tempatnya masing-masing untuk mempertahankan dan menegakkan AGAMA, KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MERDEKA.

Menimbang:

a. Bahwa untuk mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum AGAMA ISLAM, termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap orang Islam

b. Bahwa di Indonesia ini warga Negaranya adalah sebagian besar terdiri dari Ummat Islam.

Mengingat:

a. Bahwa oleh pihak Belanda (NICA) dan Jepang yang datang dan berada di sini telah banyak sekali dijalankan banyak kejahatan dan kekejaman yang mengganggu ketenteraman umum.

b. Bahwa semua yang dilakukan oleh semua mereka itu dengan maksud melanggar Kedaulatan Republik Indonesia dan Agama, dan ingin kembali menjajah di sini, maka di beberapa tempat telah terjadi pertempuran yang mengorbankan beberapa banyak jiwa manusia.

c. Bahwa pertempuran-pertempuran itu sebagian besar telah dilakukan ummat Islam yang merasa wajib menurut hukum agamanya untuk mempertahankan Kemerdekaan Negara dan Agamanya.

d. Bahwa di dalam menghadapi sekalian kejadian-kejadian itu belum mendapat perintah dan tuntutan yang nyata dari Pemerintah Republik Indonesia yang sesuai dengan kejadian-kejadian tersebut.

Memutuskan:

1. Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sepadan terhadap usaha-usaha yang akan membahayakan kemerdekaan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap fihak Belanda dan kaki tangan.

2. Supaya memerintahkan melanjutkan perjuangan bersifat “sabilillah” untuk tegaknya Negara Republik Indonesia Merdeka dan Agama Islam. 

Seruan jihad  ini juga diyakini mengakibatkan pecahnya Peristiwa 10 November 1945 yang terkenal dan kemudian diabadikan sebagai Hari Pahlawan. Bung Tomo, pimpinan laskar BPRI dan Radio Pemberontakan, yang sering disebut sebagai penyulut utama peristiwa 10 November diketahui memiliki hubungan yang dekat dengan kalangan Islam. 

Bung Tomo kerap bertandang ke Pesantren Tebu Ireng, Jombang, untuk menemui dan meminta restu Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari. Seruan “Allahu Akbar” di pembuka dan penutup orasinya melalui Radio Pemberontakan yang dipimpinnya membakar kalangan pemuda Muslim melawan penjajah Sekutu.
Tidak terbatas pada Peristiwa 10 November 1945, seruan jihad ini berdampak panjang pada masa berikutnya. Perjuangan kemerdekaan yang melibatkan massa rakyat yang berlangsung hampir empat tahun sesudah itu di berbagai tempat di Jawa khususnya, hingga pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 1949 juga banyak didorong oleh semangat jihad yang diserukan melalui resolusi ini.

Pesan dan isi Resolusi Jihad ini jelas dan tegas. Penyebarannya secara lisan, memperoleh tekanan yang lebih keras seperti kewajiban (fardhu ‘ain) bagi setiap muslim yang berada pada jarak radius 94 km untuk turut berjihad melawan penjajah kafir.
Perang yang berlangsung kurang lebih selama tiga minggu ini akhirnya dimenangkan oleh pasukan Hisbullah dan Arek-arek Suroboyo. Pasukan Inggris yang tangguh itu pun lumpuh, dan bertekuk lutut.
Namun, episode sejarah yang begitu indah oleh pendiri NU, Kiai Hasyim Asy’ari dalam membebaskan bangsa dan negara Indonesia dari penjajah Barat, yang hakikatnya adalah Yahudi dan Nasrani dengan jihad, dicatat sebagai sejarah yang sangat monumental.
Hasyim Asy’ari dengan sangat mulia membebaskan Indonesia dari penjajahan, dan membangun ruhul jihad dikalangan NU. Justru semangat jihad pendiri NU, Kiai Hasyrim Asy’ari itu, sekarang mengalami degradasi, dan luruh oleh perkembangan zaman, semua itu dilakukan oleh generasi berikutnya dari kalangan NU sendiri.

Di era Abdurrahman Wahid, yang merupakan cucu dari Kiai Hasyim Asy’ari, beliau memiliki pandangan dan sikap yang berbeda dengan kakeknya terhadap Barat, khususnya Yahudi dan Nasrani. Abdurrahman Wahid yang sering dipanggil Gus Dur, lebih akomodatif terhadap golongan Yahudi dan Nasrani.
Gus Dur menjadi anggota Institute Shimon Peres, yang dipimpin Presiden Israel Shimon Peres, dan Gus Dur mendapatkan penghargaan dari komunitas Yahudi Internasional dengan “Medal fo Velor”, atas jasanya dalam membangun pluralisme di Indonesia.
Gus Dur sangat dekat denga kalangan Nasrani. Gur Dur, melalui Keppres yang diterbitkannya, memberikan pengakuan terhadap agama Konghucu. Sehingga, ketika meninggal, Presiden SBY, memberikan kepada Gus Dur gelar sebagai “Bapak Pluralisme”.
Sikap dan pandangan Gus Dur itu, nampaknya terus menginspirasi generasi berikutnya di kalangan NU. Seperti belum lama ini, sangat ramai di media sosial, di mana menurut media sosial yang ada, disebutkan NU mengajak anak-anak ke gereja, diajari tentang toleransi. Sungguh sangat luar biasa.

Betapa ini secara tidak langsung akan menggerogoti akidah umat generasi Islam mendatang . Semua ini, tak terlepas dari sikap dan pandangan dari generasi penerusnya di NU, seperti Said Agil Siraj.
Keponakan Gus Dur, yang sekarang memimpin PKB, Muhaimin Iskandar, memiliki kemiripan dengan pandangan Gus Dur, seperti copypaste, tentang pluralisme, toleransi dan penolakan terhadap Syariah Islam.
Maka, belakangan ini, sangat mengejutkan, keputusan Muhaimin Iskandar, tiba-tiba memasukan “Bos Lion Air”, di PKB, dan Rusdi Kirana menjadi wakil ketua umum PKB,  untuk diketahui, Rusdi Kirana seorang non muslim keturunan Cina.  

Rupanya apa yang sudah pernah dilakukan oleh KH.Hasyim Asy’ari hanya tinggal menjadi sebuah kenangan sejarah masa lalu, dan api semangatnya sudah padam. Sementara itu, generasi berikutnya sudah menjadi bagian dari kepentingan penjajah Barat. Bahkan, sekarang dengan ‘pluralisme dan toleransi’ itu, sangat memberikan keuntungan kepada mereka, yaitu golongan Yahudi, Nasrani, dan musyrikin.
NU di era baru sekarang ini, tidak dapat lagi menjadi “Sang Pembebas”, seperti yang pernah dilakukan oleh Kiai Hasyim Asy’ari, justru sekarang NU menguatkan dan memberikan dasar berpijak kepada para penjajah, yang dahulunya pernah diperangi oleh pendiri NU, Kiai Hasyim Asy’ari, yaitu orang-orang kafir.
Bahkan, menurut laporan dari Jawa Timur, Said Agil Siraj, secara terangan-terangan menyatakan dirinya sebagai Syi'ah, dan banyak kiai yang menganut Syiah, ucapnya. NU sekarang juga digunakan menghantam apa yang disebutnya sebagai golongan "Wahabi" yang dianggap sebagai ancaman yang serius bagi warga NU. 
Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar