Merdeka.com - Warga Solo ternyata tidak semuanya mendukung Jokowi untuk jadi presiden. Bahkan salah satu mantan anak buah Jokowi mengkritik habis-habisan capres PDIP itu. Adalah Supradi Kertamenawi yang berani mengkritik Jokowi . Supradi adalah mantan anak buah Joko Widodo ( Jokowi ) semasa menjadi wali kota Solo. Supradi menyebut, mantan atasannya tak sesukses yang diomongkan banyak pihak sewaktu memimpin Kota Bengawan.
Supradi sendiri pernah menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Solo tahun 2009-2010. Menurutnya tidak banyak yang dilakukan Jokowi sewaktu menjadi wali kota Solo.
Bahkan pria yang saat ini menjadi pendukung Prabowo - Hatta tersebut mengatakan, banyak program-program Jokowi yang saat ini mangkrak. Supradi juga tak segan menyebut Jokowi hanya pandai melakukan pencitraan. Apa saja kritikan Supradi kepada Jokowi? Berikut kisahnya:
Merdeka.com - Menurut Supradi banyak program-program Jokowi di Solo yang saat ini mangkrak. Misalnya, pembangunan beberapa taman, seperti Sekar Taji, Terminal Tirtonadi, City Walk yang semrawut, Railbus, Pasar tradisional, dan lain-lain.
"Kalau pemindahan ribuan PKL Banjarsari ke Pasar Notoharjo itu kan peran Pak Rudy (wakil wali kota saat itu). Kemudian juga adanya bantuan modal dari Kementerian Koperasi pada tiap PKL sebesar Rp 5 juta. Itu yang membuat pemindahan PKL lancar," ujar Supradi, saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.
Supradi mengetahui hal tersebut karena saat itu dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Koperasi. Menurut Supradi keberhasilan pemindahan PKL tersebut telah membuat nama Jokowi menjadi terkenal. Namun sayangnya, lanjut Supradi, keberhasilan tersebut menjadi tunggangan Jokowi untuk menjadi gubernur dan presiden.
Supradi menyayangkan saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui kinerja Jokowi sebenarnya di Solo. Padahal beberapa bangunan hingga saat ini masih mangkrak. Banyak kios di pasar tradisional yang dibiarkan kosong. Sementara kemiskinan di Solo, juga masih tinggi.
Merdeka.com - Supardi mempertanyakan pihak-pihak yang menyatakan Jokowi sukses membangun Solo. Menurut mantan Sekda itu, banyak program yang saat ini mangkrak. Selain itu di era Jokowi, kemiskinan juga meningkat.
"Sebut saja Terminal Tirtonadi, taman Sekar Taji, City walk, kios pasar kosong, masih banyak yang lainnya. Tingkat kemiskinan di Solo selalu naik, waktu zamannya dia. Sukses dari mana ?," ujarnya saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.
Supradi mengaku tak mempunyai permasalahan apapun dengan Jokowi. Waktu menjadi anak buahnya di Pemkot Solo, dirinya mengaku juga tak pernah ada permasalahan.
"Penilaian saya obyektif, saya hanya bicara fakta. Pak Jokowi belum pantas memimpin Indonesia. Kita butuh pemimpin yang tegas, cerdas, dan bisa mengayomi bangsa," pungkasnya.
Merdeka.com - Masih ingatkah anda dengan mobil ESEMKA? Mobil yang diklaim sebagai mobil nasional murni buatan anak negeri, buatan anak-anak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang dirakit di bengkel Sukiyat, Solo. Harus diakui mobil yang diganti plat nomornya dengan pelat merah AD 1 A, dan AD 2 A tersebut, telah melejitkan nama Jokowi sampai setinggi langit.
Apalagi setelah dibawa ke Jakarta, untuk menjalani uji emisi. Publikpun dibuat terpesona, masyarakat terharu dan sulit percaya, ternyata ada putra bangsa yang punya prestasi luar biasa. Sesuatu yang tidak pernah terpikir sebelumnya, yaitu membuat mobil sendiri. Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu menjabat wali kota Solo dengan bangga memperkenalkan dan mendukung kelahiran mobil itu. Namanyapun dipuja-puja bak seorang dewa, dan menjadi buah bibir di mana-mana.
Nama Esemka, yang dulu dibangga-banggakan, sekarang seolah tenggelam. Berbanding terbalik dengan nama Jokowi, yang semakin moncer, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, hingga sekarang menjadi salah satu calon presiden RI. Tak sedikit kalangan menilai, Esemka hanya digunakan Jokowi sebagai kendaraan politik untuk meraih kursi gubernur Ibu Kota.
Supradi Kertamenawi, misalnya. Mantan Sekda Kota Solo era Jokowi ini bahkan terang-terangan menyebut, mantan bosnya tersebut sengaja menggunakan Esemka sebagai kendaraan politik untuk menuju ibu kota. Setelah tercapai tujuannya, menjadi gubernur, Jokowi tak peduli lagi dengan nasib Esemka. Mobil berpelat merah AD 1 A, dan AD 2 A pun saat ini hanya menjadi pajangan di Solo Tecno Park (STP), tempat produksi Esemka.
"Jelas Esemka itu hanya sebagai tunggangan. Menurut kami, Esemka itu kan sebuah lembaga pendidikan, lembaga pengetahuan. Kalau dia mau bikin mobil kan seharusnya bikin tempat produksi. Kalau STP sekarang dibikin sebagai tempat produksi, namanya itu nyalahi pakem (aturan)," ujar Supradi, saat ditemui merdeka.com, di Solo, Minggu (22/6) kemarin.
Merdeka.com - Penampilan capres Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan sederhana dan merakyat, dengan baju putih atau kotak-kotak, celana hitam serta sepatu kets dinilai hanya sebuah pencitraan. Tujuannya adalah merebut simpati atau hati rakyat, agar citranya naik.
Supradi Kertamenawi, mantan Sekda Kota Solo era Jokowi ini bahkan terang-terangan menyebut, penampilan mantan bosnya tersebut hanyalah sebuah pencitraan belaka. Pasalnya dulu sewaktu di Solo, Jokowi tak pernah mengenakan pakaian seperti itu.
"Dulu waktu menjadi wali kota apa pernah pakai pakaian seperti itu. Pakainya ya jas dan dasi, selalu jas dan dasi setiap hari. Sekarang kan nyatanya seperti itu. Kalau yang ngerti, ya, Jokowi nyatane mung (ternyata hanya) bohong," ujar Supradi kepada merdeka.com, Minggu (22/6).
Walikota Solo: Pernyataan Mantan Sekda Jelekkan Jokowi Itu Basi
MERDEKA.COM. Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo menyatakan
pernyataan mantan Sekda Kota Solo Supradi Kertamenawi yang
menjelek-jelekan Jokowi pada masa menjadi Wali Kota Solo merupakan
cerminan rasa kekecewaan. Pasalnya, pada tahun 2010, Supradi merupakan
calon Wakil Walikota yang menjadi rival pasangan Jokowi dan Rudy saat
pilwalkot di Solo dan dimenangkan oleh Jokowi.
"Pernyataan Pak
Supradi itu tidak betul. Semuanya nggak bener. Itu merupakan pernyataan
kekecewaan Supradi yang kalah saat Pilwalkot Solo saat berhadapan dengan
Calon Walikota Solo Pak Jokowi yang kebetulan wakilnya saya," tegas
Rudy saat dikonfirmasi merdeka.com Rabu (2/6) melalui telepon
selulernya.
Rudy menilai pernyataan Supradi itu merupakan
pernyataan yang sudah kuno, uzur dan dinilai basi. Pernyatan itu sudah
pernah diangkat di media saat Jokowi maju menjadi Calon Gubernur DKI
Jakarta dan memenangkan pertarungan Pilgub DKI Jakarta. Yang saat itu
bersaing dengan Hidayat Nurwahid-Faizal Basri dan Foke-Priyanto.
"Itu
isu basi yang pernah diangkat dia (Supradi) saat Mas Jokowi maju Pilgub
DKI Jakarta dan saat ini saat mas Jokowi maju Pilpres diangkat kembali.
Itu isu kuno!" Ungkapnya.
Rudy juga membantah jika Supradi
menyatakan bahwa Jokowi saat menjadi wali kota, tak sesukses yang
diomongkan banyak orang. Apalagi banyak fasilitas yang saat ini
mangkrak, seperti misalnya, pembangunan beberapa taman, seperti Sekar
Taji, Terminal Tirtonadi, City Walk yang semrawut, Railbus, Pasar
tradisional, dan lain-lain.
"Tidak ada yang mangkrak. Taman-taman
bisa dicek sendiri, bagaimana kondisinya. Pasar Tradisional terus kita
bangun. Kalau Terminal Tirtonadi, ini kan memerlukan anggaran yang
besar. APBD kita kan tidak mampu, sehingga pembangunannya harus
bertahap, atau muli year. Kita juga harus menunggu turunnya bantuan APBD
Provinsi dan APBN. Pembangunan berjalan terus, nggak ada yang
mangkrak," ujarnya.
Selain itu Rudy juga membantah pernyataan
mantan Sekda Kota Solo, Supradi Kertamenawi, yang menyatakan penampilan
Jokowi dengan pakaian yang sederhana saat menjadi Gubernur atau capres
hanya pencitraan. Rudy menambahkan penampilan Jokowi saat ini dengan
baju putih atau kotak-kotak, celana hitam dan sepatu kets, merupakan
keseharian Jokowi di Solo, saat dan sebelum menjadi wali kota.
"Kalau
ada yang bilang tiap hari selalu pakai jas dasi, jas dasi, itu nggak
benar. Kalau ke kantor memang iya. Kan ada hari-hari resmi yang kadang
harus pakai jas, pakai pakaian adat dan lain-lain. Kalau saya ajak ke
lapangan, menemui warga ya pakaiannya seperti di Jakarta itu," ujarnya.
Rudy
menyampaikan mantan koleganya di Solo tersebut tidak pernah melakukan
pencitraan. Apalagi hanya lewat pakaian atau penampilan. Menurutnya
Jokowi tipe orang yang suka bekerja keras, ikhlas serta apa adanya.
Sementara
itu, pengasuh Jokowi saat masih SD, Sutarti menambahkan, Jokowi tipe
orang yang apa adanya. Wanita pensiunan guru yang saat ini tinggal di
Kampung Nayu, Nusukan, Solo tersebut, tidak yakin hanya dengan merubah
penampilan akan membuat Jokowi meraih keuntungan atau ketenaran.
Dari
kecil penampilannya ya seperti itu. Saya kenal dia sejak kecil di
Cinderejo, belakang terminal. Tiap hari saya antar naik sepeda onthel
kalau mau pergi. Tidak ada yang berubah, dia sosok yang apa adanya,
pendiam dan tidak macam-macam, katanya.
Sebelumnya, Supradi
Kertamenawi, mantan Sekda Kota Solo era Jokowi menyebut penampilan
capres PDIP yang terkesan sederhana dan merakyat, dengan baju putih atau
kotak-kotak, celana hitam serta sepatu kets, hanya sebuah pencitraan
belaka. Tujuannya adalah merebut simpati atau hati rakyat, agar citranya
naik.
"Dulu waktu menjadi wali kota apa pernah pakai pakaian
seperti itu. Pakainya ya jas dan dasi, selalu jas dan dasi setiap hari.
Sekarang kan nyatanya seperti itu. Kalau yang ngerti, ya, Jokowi nyatane
mung (ternyata hanya) bohong," ujarnya.
Kepala Dinas Komunikasi
dan Informatika, Yosca Herman Soedrajad menambahkan, pembangunan
terminal terbesar Jawa Tengah tersebut ditargetkan selesai 2015. Saat
ini pihaknya akan menyelesaikan pembangunan sisi timur yang telah
dimulai beberapa waktu lalu.
"Kita lagi kebut terminal timur.
Yang barat lantai satu kan sudah selesai. Kami harapkan saat lebaran
nanti sudah bias dipakai, meski belum sempurna," katanya.
Terkait
kondisi city walk yang semrawut, Rudy mengakui cukup sulit menertibkan
PKL yang nekat berjualan. Sementara untuk pelanggaran parkir di city
walk, inas terkait sudah melakukan tindakan tegas.
"Yang namanya
mengatur orang banyak kan sulit, perlu pendekatan. Mereka juga cari
makan. Kalau untuk parkir, Dishubkominfo sudah tegas. Kendaraan yang
nekat parkir di city walk pasti akan digembok atau ditilang," tandasnya.
Sementara
itu untuk railbus yang tidak lagi beroperasi, Rudy mengatakan hal
tersebut menjadi kewenangan pemerintah pusat atau PT KAI. Karena
menyangkut sumber daya manusia yang tak bisa dilakukan oleh pemerintah
kota.
"Railbus itu kewenangan pusat, dulu kan bantuan dari
menteri. Kalau kita harus mensubsidi operasionalnya, jelas kita nggak
mampu. Kita masih terus upayakan dengan PT KAI atau kementerian, agar
Railbus bsa jalan lagi," pungkasnya.
KESIMPULAN KAMI:
1. Kalau pun Supradi pernah dikalahkan Jokowi/ Rudy, bagaimana Rudy dapat menyimpulkan keterangan Supradi bohong dan hanya karena kekecewaan beliau ?
2. Suatu berita tidak dapat begitu saja dikatakan basi jika belum ada klarifikasi yang jelas dari berbagai pihak dan bukti yang menguatkan.
3. Nyatanya diakui juga Terminal Tirtonadi belum selesai, tentu belum boleh diklaim sebagai bukti keberhasilan Jokowi cs.
4. Kalau di Solo tidak pernah melakukan pencitraan, nyatanya di Jakarta dilakukannya. Naik bajaj ke KPU. Mengapa tidak naik mobil biasa saja tanpa perlu terlihat mewah namun tidak berlebihan seolah sangat sederhana. Lalu soal gaji yang konon tidak pernah diambil, apa benar sesungguhnya tidak demikian?
5. Di City Walk, mengapa alasan kesemrawutan karena PKL yang sulit diatur? Bukankah klaimnya Jokowi pintar mengadakan pendekatan yang manusiawi?
6. Railbus yang sekarang tidak berfungsi, apakah tadinya (ketika masih ada harapan) juga sudah diklaim sebagai suatu keberhasilan?
Fahri Hamzah Sindir Jokowi, Sekarang Jakarta Tanpa Adhipura
MERDEKA.COM. Juru bicara Timses Prabowo-Hatta,
Fahri Hamzah terus mengkritik Capres Joko Widodo (Jokowi). Kali ini, dia
mengkritik soal kinerja Jokowi di Solo dan Jakarta.
Fahri menjelaskan, setelah dipimpin oleh Jokowi, DKI Jakarta tak pernah meraih penghargaan Adipura. Padahal pada era Fauzi Bowo (Foke), Jakarta mendapatkan 4 penghargaan di bidang kebersihan tersebut.
"Anda tahu? 4 Adhipura yang selalu diterima zaman Foke. Kini lenyap sama sekali, DKI tanpa Adhipura. Lalu apa?" kicau Fahri dalam akun Twitter-nya @Fahrihamzah dikutip merdeka.com, Jumat (13/6).
Tidak hanya itu, Fahri juga menuturkan ihwal mobil Esemka produk dalam negeri yang dulu digembar-gemborkan oleh Jokowi. Sekarang, kata dia, tidak jelas nasibnya.
"Dulu, orang-orang dimobilisir membayar uang muka Esemka ternyata hanya citra. Lalu, Dimanakah uang muka itu? Jika tak ada produksi.. Maka uang muka itu untuk siapa," curiga Wasekjen PKS ini.
Fahri merasa prihatin dengan penggagas bengkel Esemka, Sukiyat. Menurut dia, Sukiyat hanya dijadikan alat oleh Jokowi.
"Aku hanya menaruh simpati pada Sukiyat. Pendiri bengkel Esemka. Yang punggungnya dijadikan tangga," tulis dia lagi.
Sementara itu, Fahri juga melihat Solo di tangan Jokowi tidak sukses. Apalagi dia mengaku sudah mempelajari beberapa fakta audit BPK tentang pengelolaan keuangan di Solo. "Solo sesuatu yang tragis. Kegagalan berlabel sukses. Kemiskinan yang dinafikkan," tegas dia.
Fahri menjelaskan, setelah dipimpin oleh Jokowi, DKI Jakarta tak pernah meraih penghargaan Adipura. Padahal pada era Fauzi Bowo (Foke), Jakarta mendapatkan 4 penghargaan di bidang kebersihan tersebut.
"Anda tahu? 4 Adhipura yang selalu diterima zaman Foke. Kini lenyap sama sekali, DKI tanpa Adhipura. Lalu apa?" kicau Fahri dalam akun Twitter-nya @Fahrihamzah dikutip merdeka.com, Jumat (13/6).
Tidak hanya itu, Fahri juga menuturkan ihwal mobil Esemka produk dalam negeri yang dulu digembar-gemborkan oleh Jokowi. Sekarang, kata dia, tidak jelas nasibnya.
"Dulu, orang-orang dimobilisir membayar uang muka Esemka ternyata hanya citra. Lalu, Dimanakah uang muka itu? Jika tak ada produksi.. Maka uang muka itu untuk siapa," curiga Wasekjen PKS ini.
Fahri merasa prihatin dengan penggagas bengkel Esemka, Sukiyat. Menurut dia, Sukiyat hanya dijadikan alat oleh Jokowi.
"Aku hanya menaruh simpati pada Sukiyat. Pendiri bengkel Esemka. Yang punggungnya dijadikan tangga," tulis dia lagi.
Sementara itu, Fahri juga melihat Solo di tangan Jokowi tidak sukses. Apalagi dia mengaku sudah mempelajari beberapa fakta audit BPK tentang pengelolaan keuangan di Solo. "Solo sesuatu yang tragis. Kegagalan berlabel sukses. Kemiskinan yang dinafikkan," tegas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar