PENDAHULUAN
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis.
Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas
ular berbisa dan
ular tidak berbisa.
Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi.
Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali (Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah (Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau Viperidae.
Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling (Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae.
Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi?
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular, pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Bagaimana Mengenali Ular Berbisa?
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa dengan bekas taring
Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah;
bisa neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gigitan Elapidae
(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular
a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae/Crotalidae
(ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae
(misalnya: ular laut):
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae
(misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular
sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shockperdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
Cara pemberian SABU :
Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:
1. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
1. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi:
1. 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi:
1. 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Teknik Pemberian:
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
Daftar Pustaka:
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia
Region, World Health Organization, 2005.
Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2002.
Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28, Number 3, March, 2001.
Deskripsi
Serum Anti Bisa Ular adalah serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang mempunyai efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma-ular tanah) yang kebanyakan ada di Indonesia.
Indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa.
Komposisi
Tiap ml dapat menetralisasi
10 - 15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon rhodostoma)
25 - 50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
25 - 50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputatrix)
Dan mengandung fenol 0,25% v/v
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum .
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, kemudian diulang setelah 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80-100 ml).
Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk orang dewasa.
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum Sickness; dapat timbul 7 - 10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak nafas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Serum Anti Bisa Ular adalah serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan terhadap bisa ular yang mempunyai efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra, Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma-ular tanah) yang kebanyakan ada di Indonesia.
Indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa.
Komposisi
Tiap ml dapat menetralisasi
10 - 15 LD50 bisa ular tanah (Ankystrodon rhodostoma)
25 - 50 LD50 bisa ular belang (Bungarus fasciatus)
25 - 50 LD50 bisa ular kobra (Naja sputatrix)
Dan mengandung fenol 0,25% v/v
Dosis dan Cara Pemberian
Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum .
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40-80 tetes per menit, kemudian diulang setelah 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80-100 ml).
Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk orang dewasa.
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum Sickness; dapat timbul 7 - 10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal, eksantema, sesak nafas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Penyimpanan dan Daluarsa
Disimpan pada suhu 2O - 8OC dalam lemari es, jangan dalam freezer.
Daluarsa : 2 tahun
Peringatan
Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum Anti Bisa Ular ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya jenis-jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa).
Kemasan
Vial 5 ml
Tindakan Pertama pada Gigitan Ular
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum teradsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi beberapa menit sebelumnya.
Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman, justru sering merusak jaringan di bawah kulit dan akan meninggalkan parut luka yang cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang bergerak dan apabila perlu dapat diberi analgetika atau sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk menerima perawatan selanjutnya.
Tentang Snake Hunter Club Indonesia (SHCI)
SHC
atau Snake Hunter Club adalah klub dimana para anggota bisa mendapatkan serum
anti racun/bisa ular dari berbagai jenis.
Awalnya ditujukan bagi para anggota kehutanan/ tentara yang
seringkali berhadapan dengan bahaya digigit ular pada saat bertugas di
lapangan(hutan), kemudian berkembang menjadi suatu perkumpulan besar yang
sangat bermanfaat bagi masyarakat umum.
SHC pertama kali dirintis oleh Bpk.Lettu. Margono (Alm) dan
kemudian dilanjutkan oleh Bpk. Nursidin Harjanto yang kini menjabat sebagai
Dewan Guru yang berwenang meracik ramuan serum ular-ular berbisa, Snake Hunter
Club kerap kali mengadakan penyuluhan dan pengobatan gratis menggunakan bisa
ular.
Serum/ramuan bisa ular ini dapat mengobati dan mencegah
berbagai penyakit yang ada dalam darah yang disebabkan oleh bakteri/virus.
Termasuk di dalamnya penyakit-penyakit berat seperti HIV/AIDS, Kanker Darah,
Kanker Tulang. Ini diobati dengan ramuan kategori I. Ada 3 kategori yang dibagi
untuk kekebalan terhadap bisa/racun ular dan golongan penyakit-penyakitnya.
Yaitu:
Gol.I untuk mengatasi penyakit:
Kanker Darah
Kanker Tulang
HIV/AIDS
Gol. II untuk mengatasi penyakit:
Diabetes
Typus
Lever
Asthma
Alergi
Luka dalam
Gol. III untuk mengatasi penyakit:
Malaria
Tetanus
Demam Berdarah Dengue
Rabies
Luka berdarah cepat kering
Flu Burung
Komunitas Snake Hunter Club membuka keanggotaan dengan biaya
administrasi per tingkatan (1-3) yang semata digunakan untuk operasional
pembuatan ramuan obat dan pengolahan serum. Terutama untuk membiayai kegiatan
pengobatan GRATIS bagi siapa pun yang memerlukan. Jadi obat dibagikan secara
cuma-cuma kapan saja dibutuhkan pada siapa saja. Sedangkan keanggotaan adalah
bagi mereka yang ingin mendapatkan kekebalan terhadap bisa-bisa ular yang
berlaku seumur hidup. Khusus bagi anggota yang rutin berinteraksi dengan
ular/sering digigit akan diberikan imunisasi wajib anti bisa kelas I setiap
bulannya minimal 10x.
Anggota yang telah mendapat imunisasi 10x dapat mengamalkan
kekebalannya dan menjadi pelaksana pertolongan korban gigitan ular. Bagi mereka
akan diberikan pengajaran dan bimbingan secara cuma-cuma dan wajib menolong
sesamanya tanpa imbalan. Termasuk menjinakkan dan menangkap ular di alam bebas.
Tingkat kekebalan berdasarkan tabel serum:
Gol. I
kebal terhadap ular:
Sendok/
Cobra
Dedak
Bromo
Gol.II
kebal terhadap ular:
Gibuk
Welang/belang
Weling
Gadung
Luwuk
Gol.III
kebal terhadap ular:
Talimongso
Cabe
Blandotan
Krawang
Gadung
Blandotan
Macan
Koros
Puspa
kajang
Kadut
Dumung
Macan
Tampar
Tali Picis
Bawuk
Samberlilen
Air
Dedak
Emprit
Diamond
Lare Angon
Sanca
kembang
Sawah
Sanca
Manuk
Phyton
LSD
Dowel
untuk info lebih lanjut hubungi:
Jl. koprasi no. 49 Madiun
telp: 0351-7609977, 08155604737, 0351-497719
Yogyakarta - Serum bisa ular tidak hanya mampu menangkal gigitan berbagai macam ular berbisa. Dalam berbagai kualifikasi, serum itu juga mampu menyembuhkan berbagai penyakit yang disebabkan virus.
Pengobatan gratis dengan serum ular itu dilakukan di oleh Snake Hunter Club Indonesia (SHCI) di halaman kantor Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Seksi Perencanaan Hutan, Jl Kompol Bambang Suprapto, Baciro Yogyakarta, Sabtu (5/4/2008). Dalam acara itu sekaligus dilakukan pelantikan pengurus SHCI Yogyakarta yang sebagian besar anggotanya para karyawan Perhutani.
Pengobatan dilakukan langsung oleh Nursiddin Haryanto tokoh sekaligus pewaris tunggal pendiri SHCI (alm) Margana asal Surakarta. Pengobatan dilakukan dengan memberikan serum ular yang ditelah dicampur dengan air putih setengah gelas. Setelah air bercampur serum itu diminum, orang akan kebal terhadap gigitan ular berbisa.
Hal itu dibuktikan langsung oleh Haryanto. Setelah pasien minum serum, Haryanto mengambil seekor ular kobra dari dalam kantong. Hewan melata itu kemudian digigitkan ke salah satu tangan pasien. Meski ada luka bekas gigitan taring ular dan permukaan kulit tampak memerah, peserta tidak merasakan nyeri. Rasanya hanya seperti tertusuk duri kecil.
Namun demikian, tidak semua orang yang menyaksikan acara itu berani digigit ular berbisa jenis kobra dan weling. Beberapa di antara menghindar dengan alasan ingin meminum serum di rumah atau untuk persedian.
"Setengah gelas air cukup dicampur satu sendok serum untuk berbagai tingkat atau level," kata Haryanto.
Menurut dia, tingkat I atau level 3 serum ramuan terbuat dari 23 jenis ular berbisa. Anggota langsung kebal gigitan ular jenis Dumung Macan, Taliwangsa, Puspa Kajang dan terhindar beberapa penyakit seperti malaria, tetanus dan demam berdarah. "Bila ada luka gores akan cepat kering," kata dia.
Untuk tingkat II atau level 2 kata Haryanto, serum ditambah 4 jenis ular berbisa lagi. Pada tingkat ini juga bermanfaat untuk menyembuhkan diabetes, typhus, jantung, lever dan asma.
Sedang tingkat III atau level 1, serum akan menyempurnakan ketahanan tubuh secara permanen. Pada level ini bisa mencegah penyakit kanker darah, kanker tulang atau segala macam penyakit yang disebabkan virus.
"Pada level ini serum permanen di dalam tubuh, tidak perlu diberi lagi. Hampir semua karyawan perhutani kita berikan serum ini," pungkas Haryanto.
Manfaat dan kegunaan Keanggotaan Organisasi Snake Hunter Club (SHC) antara lain :
- Insya Allah akan kebal terhadap gigitan ular berbisa seumur hidup sesuai dengan kelompok jenis ularnya (dapat dilihat pada tabel 1).
- Memiliki daya tangkal sekaligus mengobati berbagai macam penyakit (dapat dilihat pada tabel dibawah / tabel 1)
- Apabila mempunyai luka luar, akan cepat kering dan sembuh.
- Mempertahankan kondisi tubuh agar tetap Fit dan tidak mudah lelah.
- Untuk anggota yang telah mencapai tingkat Utama Keatas dapat menyembuhkan orang yang tergigit ular berbisa dan dapat mengobati berbagai macam penyakit.
Keanggotaan SHC dimulai dari tingkat yang terendah yaitu Tingkat III dengan cara meminum ramuan Anti Bisa Dari Jenis Ulara Kelompok III (ada pada tabel 1 dibawah) yang telah disiapkan oleh Dewan Guru sehingga angoota Tingkat III akan menjadi kebal terhadap gigitan ular berbisa jenis dari ular golongan kelompok III untuk seumur hidup. Selanjutnya bagi yang akan melaksanakan kenaikan tingkat berikutnya yaitu II dan I akan diberi ramuan anti bisa yang lebih tinggi yaitu dari jenis ular berbisa dari Kelopok Ular II dan I. Insya Allah akan kebal terhadap semua gigitan ular, semua jenis ular.
Kenaikan tingkat diadakan sebulan sekali oleh Dewan Guru. Dewan Guru merupakan tingkat tertinggi dalam keanggotaan SHC.
Setiap anggota SHC khususnya yang sudah pada Tingkat I terutama yang sering bermain dengan ular atau sering digigit ular untuk memperkuat kekebalan diwajibkan melakukan imunisasi ramuan anti bisa kelas I setiap bulan Minimal 10 kali tanpa dipungut biaya.
Bagi anggota SHC Tingkat I yang telah selesai melaksanakan imunisasi 10 kali dan berminat menjadi Pelaksana Pertolongan dapat meneruskan kenaikan tingkat ke Tingkat Utama atas Persetujuan Ketua Dewan Guru.
Semua anggota SHC Tingkat Utama adalah Pelaksana Pertolongan dimana mempunyai kewajiban siap melakukan amal kebajikan serta memberikan pertolongan kepada sesama manusia yang tergigit ular berbisa serta dapat mengobati penyakit yang memungkinkan disembuhkan oleh ramuan SHC. Ramuan SHC tersebut akan selalu di supply oleh Dewan Guru tanpa dipungut biaya.
Selain itu khususnya bagi Anggota SHC yang sudah mencapai Tingkat Utama, apabila berminat berburu ular dialam terbuka untuk dipeliharan dan cara menolong orang yang terkena gigitan ular berbisa dapat berkonsultasi langsung dan mendapatkan pelatihan dan bimbingan langsung oleh Dewan Guru, tanpa dipungut biaya.
Setiap anggota SHC baik yang baru masuk maupun yang akan meneruskan Tingkat berikutnya dapat menyelesaikan uang keanggotaan / kenaikan tingkat untuk Tingkat III, II, I sebeasar Rp. 40.000,-/org (diluar pulau jawa Rp. 50.000,-/org) Sedangkan untuk Tingakat Utama sebesar Rp. 50.000,-/org.
KETUA DEWAN GURU
NURSIDIN HARJANTO
Hp. 08129457548
atau
LSM KERABAT ALAM Bogor
Hp. 0811159258
Snake Hunter Club Obati Banyak Penyakit
SHC atau Snake Hunter Club adalah klub dimana para anggota bisa mendapatkan serum anti racun/bisa ular dari berbagai jenis.
Awalnya ditujukan bagi para anggota kehutanan/ tentara yang seringkali berhadapan dengan bahaya digigit ular pada saat bertugas di lapangan(hutan), kemudian berkembang menjadi suatu perkumpulan besar yang sangat bermanfaat bagi masyarakat umum. Sempat difasilitasi dan berkembang pesat semasa Bpk. Ir. Transtoto menjabat sebagai Direktur Utama Perhutani, dan hingga sekarang beliau masih menjabat sebagai Pembina Utama SHC.
SHC yang pada tanggal 18 Juni 2008 lalu mengadakan pengobatan gratis untuk yang kesekian kalinya, bersedia membagi informasi dengan 1 menit-ers. Bpk. Bambang Jakaw menceritakan kepada saya banyak hal tentang SHC.
SHC pertama kali dirintis oleh Bpk.Lettu. Margono (Alm) dan kemudian dilanjutkan oleh Bpk. Nursidin Harjanto yang kini menjabat sebagai Dewan Guru yang berwenang meracik ramuan serum ular-ular berbisa, Snake Hunter Club kerap kali mengadakan penyuluhan dan pengobatan gratis menggunakan bisa ular.
Serum/ramuan bisa ular ini dapat mengobati dan mencegah berbagai penyakit yang ada dalam darah yang disebabkan oleh bakteri/virus. Termasuk di dalamnya penyakit-penyakit berat seperti HIV/AIDS, Kanker Darah, Kanker Tulang. Ini diobati dengan ramuan kategori I. Ada 3 kategori yang dibagi untuk kekebalan terhadap bisa/racun ular dan golongan penyakit-penyakitnya. Yaitu:
- Gol.I untuk mengatasi penyakit:
- Kanker Darah
- Kanker Tulang
- HIV/AIDS
- Gol. II untuk mengatasi penyakit:
- Diabetes
- Typus
- Lever
- Asthma
- Alergi
- Luka dalam
- Gol. III untuk mengatasi penyakit:
- Malaria
- Tetanus
- Demam Berdarah Dengue
- Rabies
- Luka berdarah cepat kering
- Flu Burung
Komunitas Snake Hunter Club membuka keanggotaan dengan biaya administrasi Rp.50.000,- per tingkatan (1-3) yang semata digunakan untuk operasional pembuatan ramuan obat dan pengolahan serum. Terutama untuk membiayai kegiatan pengobatan GRATIS bagi siapa pun yang memerlukan. Jadi obat dibagikan secara cuma-cuma kapan saja dibutuhkan pada siapa saja. Sedangkan keanggotaan adalah bagi mereka yang ingin mendapatkan kekebalan terhadap bisa-bisa ular yang berlaku seumur hidup. Khusus bagi anggota yang rutin berinteraksi dengan ular/sering digigit akan diberikan imunisasi wajib anti bisa kelas I setiap bulannya minimal 10x tanpa biaya apa-apa lagi.
Anggota yang telah mendapat imunisasi 10x dapat mengamalkan kekebalannya dan menjadi pelaksana pertolongan korban gigitan ular. Bagi mereka akan diberikan pengajaran dan bimbingan secara cuma-cuma dan wajib menolong sesamanya tanpa imbalan. Termasuk menjinakkan dan menangkap ular di alam bebas.
Tingkat kekebalan berdasarkan tabel serum:
- Gol. I kebal terhadap ular:
- Sendok/ Cobra
- Dedak Bromo
- Gol.II kebal terhadap ular:
- Gibuk
- Welang/belang
- Weling
- Gadung Luwuk
- Gol.III kebal terhadap ular:
- Talimongso
- Cabe
- Blandotan Krawang
- Gadung
- Blandotan Macan
- Koros
- Puspa kajang
- Kadut
- Dumung Macan
- Tampar
- Tali Picis
- Bawuk
- Samberlilen
- Air
- Dedak Emprit
- Diamond
- Lare Angon
- Sanca kembang
Tentang Snake Hunter Club INdonesia (SHCI)
SHC atau Snake Hunter Club adalah klub dimana para anggota bisa mendapatkan serum anti racun/bisa ular dari berbagai jenis.
Awalnya ditujukan bagi para anggota kehutanan/ tentara yang seringkali berhadapan dengan bahaya digigit ular pada saat bertugas di lapangan(hutan), kemudian berkembang menjadi suatu perkumpulan besar yang sangat bermanfaat bagi masyarakat umum.
SHC pertama kali dirintis oleh Bpk.Lettu. Margono (Alm) dan kemudian dilanjutkan oleh Bpk. Nursidin Harjanto yang kini menjabat sebagai Dewan Guru yang berwenang meracik ramuan serum ular-ular berbisa, Snake Hunter Club kerap kali mengadakan penyuluhan dan pengobatan gratis menggunakan bisa ular.
Serum/ramuan bisa ular ini dapat mengobati dan mencegah berbagai penyakit yang ada dalam darah yang disebabkan oleh bakteri/virus. Termasuk di dalamnya penyakit-penyakit berat seperti HIV/AIDS, Kanker Darah, Kanker Tulang. Ini diobati dengan ramuan kategori I. Ada 3 kategori yang dibagi untuk kekebalan terhadap bisa/racun ular dan golongan penyakit-penyakitnya. Yaitu:
- Gol.I untuk mengatasi penyakit:
- Kanker Darah
- Kanker Tulang
- HIV/AIDS
- Gol. II untuk mengatasi penyakit:
- Diabetes
- Typus
- Lever
- Asthma
- Alergi
- Luka dalam
- Gol. III untuk mengatasi penyakit:
- Malaria
- Tetanus
- Demam Berdarah Dengue
- Rabies
- Luka berdarah cepat kering
- Flu Burung
Anggota yang telah mendapat imunisasi 10x dapat mengamalkan kekebalannya dan menjadi pelaksana pertolongan korban gigitan ular. Bagi mereka akan diberikan pengajaran dan bimbingan secara cuma-cuma dan wajib menolong sesamanya tanpa imbalan. Termasuk menjinakkan dan menangkap ular di alam bebas.
Tingkat kekebalan berdasarkan tabel serum:
- Gol. I kebal terhadap ular:
- Sendok/ Cobra
- Dedak Bromo
- Gol.II kebal terhadap ular:
- Gibuk
- Welang/belang
- Weling
- Gadung Luwuk
- Gol.III kebal terhadap ular:
- Talimongso
- Cabe
- Blandotan Krawang
- Gadung
- Blandotan Macan
- Koros
- Puspa kajang
- Kadut
- Dumung Macan
- Tampar
- Tali Picis
- Bawuk
- Samberlilen
- Air
- Dedak Emprit
- Diamond
- Lare Angon
- Sanca kembang
- Sawah
- Sanca Manuk
- Phyton
- LSD
- Dowel
Jl. koprasi no. 49 Madiun
telp: 0351-7609977, 08155604737, 0351-497719
Tentang Snake Hunter Club INdonesia (SHCI)
SHC atau Snake Hunter Club adalah klub dimana para anggota bisa mendapatkan serum anti racun/bisa ular dari berbagai jenis.
Awalnya ditujukan bagi para anggota kehutanan/ tentara yang seringkali berhadapan dengan bahaya digigit ular pada saat bertugas di lapangan(hutan), kemudian berkembang menjadi suatu perkumpulan besar yang sangat bermanfaat bagi masyarakat umum.
SHC pertama kali dirintis oleh Bpk.Lettu. Margono (Alm) dan kemudian dilanjutkan oleh Bpk. Nursidin Harjanto yang kini menjabat sebagai Dewan Guru yang berwenang meracik ramuan serum ular-ular berbisa, Snake Hunter Club kerap kali mengadakan penyuluhan dan pengobatan gratis menggunakan bisa ular.
Serum/ramuan bisa ular ini dapat mengobati dan mencegah berbagai penyakit yang ada dalam darah yang disebabkan oleh bakteri/virus. Termasuk di dalamnya penyakit-penyakit berat seperti HIV/AIDS, Kanker Darah, Kanker Tulang. Ini diobati dengan ramuan kategori I. Ada 3 kategori yang dibagi untuk kekebalan terhadap bisa/racun ular dan golongan penyakit-penyakitnya. Yaitu:
- Gol.I untuk mengatasi penyakit:
- Kanker Darah
- Kanker Tulang
- HIV/AIDS
- Gol. II untuk mengatasi penyakit:
- Diabetes
- Typus
- Lever
- Asthma
- Alergi
- Luka dalam
- Gol. III untuk mengatasi penyakit:
- Malaria
- Tetanus
- Demam Berdarah Dengue
- Rabies
- Luka berdarah cepat kering
- Flu Burung
Anggota yang telah mendapat imunisasi 10x dapat mengamalkan kekebalannya dan menjadi pelaksana pertolongan korban gigitan ular. Bagi mereka akan diberikan pengajaran dan bimbingan secara cuma-cuma dan wajib menolong sesamanya tanpa imbalan. Termasuk menjinakkan dan menangkap ular di alam bebas.
Tingkat kekebalan berdasarkan tabel serum:
- Gol. I kebal terhadap ular:
- Sendok/ Cobra
- Dedak Bromo
- Gol.II kebal terhadap ular:
- Gibuk
- Welang/belang
- Weling
- Gadung Luwuk
- Gol.III kebal terhadap ular:
- Talimongso
- Cabe
- Blandotan Krawang
- Gadung
- Blandotan Macan
- Koros
- Puspa kajang
- Kadut
- Dumung Macan
- Tampar
- Tali Picis
- Bawuk
- Samberlilen
- Air
- Dedak Emprit
- Diamond
- Lare Angon
- Sanca kembang
- Sawah
- Sanca Manuk
- Phyton
- LSD
- Dowel
Jl. koprasi no. 49 Madiun
telp: 0351-7609977, 08155604737, 0351-497719
- Sawah
- Sanca Manuk
- Phyton
- LSD
- Dowel
The Snake Hunter Club dapat dihub. melalui:
- Dewan Guru Bpk. Nursidin Harjanto 0812 9457 548
- Bpk. Bambang Jakaw 08111 59 258 (Dept. kehutanan / LSM Kerabat Alam Bogor)
- Bpk. Romi 0856 8516 971 (utk wil. Bekasi dan sekitarnya)
ULAR KOBRA
Ular sendok atau yang juga dikenal dengan nama kobra adalah sejenis ular berbisa dari sukuElapidae. Disebut ular sendok (Jw., ula irus) karena ular ini dapat menegakkan dan memipihkan lehernya apabila merasa terganggu oleh musuhnya. Leher yang memipih dan melengkung itu serupa bentuk sendok atau irus (sendok sayur).
Istilah kobra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Inggris, cobra, yang sebetulnya juga merupakan pinjaman dari bahasa Portugis. Dalam bahasa terakhir itu, cobra merupakan sebutan umum bagi ular, yang diturunkan dari bahasa Latin colobra (coluber, colubra), yang juga berarti ular. Ketika para pelaut Portugis di abad ke-16 tiba di Afrika dan Asia Selatan, mereka menamai ular sendok yang mereka dapati di sana dengan istilah cobra-capelo, ular bertudung. Dari nama inilah berkembang sebutan-sebutan yang mirip dalam bahasa-bahasa Spanyol, Prancis, Inggris dan lain-lain bahasa Eropa.
Ular sendok dalam bahasa Indonesia merujuk pada beberapa jenis ular dari marga Naja. Sedangkan ular king-cobra (Ophiophagus hannah) biasanya disebut dengan istilah ular anang atau ular tedung.
Ragam Jenis dan Penyebarannya
Kobra biasanya berhabitat daerah tropis dan gurun di Asia dan Afrika. Beberapa jenis kobra dapat mencapai panjang 1,2–2,5 meter. King-cobra bahkan dapat tumbuh sampai dengan 5,6 m, dan merupakan jenis ular berbisa terbesar di dunia.
Asia memiliki banyak jenis kobra, sekurang-kurangnya dua jenis kobra sejati didapati di Indonesia. Jenis-jenis itu di antaranya:
1. Kobra india (Naja naja),
berwarna abu-abu kehitaman, kobra ini mempunyai pola gambar kacamata di belakang tudungnya. Menyebar di India, Pakistan, Nepal, Bangladesh dan Sri Lanka.
2. Kobra asia-tengah (Naja oxiana),
menyebar mulai dari Turkmenistan, Uzbekistan, Tajikistan, Iran, Afganistan, Pakistan, hingga ke India utara.
alih-alih kacamata, pola gambar di punggungnya berupa kaca-tunggal, yakni pola lingkaran konsentrik mirip huruf O. Ular ini menyebar mulai dari Nepal, India timur laut, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam bagian selatan, Tiongkokselatan, dan bagian utara Malaysia.
4. Kobra burma (Naja mandalayensis),
menyebar terbatas di sekitar kota Mandalay. Mampu menyemburkan bisa (spitting cobra).
5. Kobra andaman (Naja sagittifera),
menyebar terbatas di Kep. Andaman
Naja atra |
6. Kobra tiongkok (Naja atra),
menyebar di Tiongkok selatan, bagian utara Vietnam, dan Laos.
Naja siamensis |
7. Kobra siam (Naja siamensis),
menyebar di Thailand, Kamboja, sebagian Laos, dan Vietnam bagian selatan. Kerap menyemburkan bisa.
8. Ular sendok sumatra (Naja sumatrana),
Sebelah kiri: Naja sumatrana dan di kanan: Naja sputatrix |
juga kerap menyemburkan bisa. Menyebar mulai dari bagian paling selatan di Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya, Borneo, hingga Palawan dan Kep. Calamian di Filipina.
kerap menyemburkan bisa (bahasa Latin sputare, meludah). Menyebar mulai dari Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Floreshingga Alor. Kemungkinan juga di pulau-pulau sekitarnya.
10. Kobra filipina (Naja philippinensis)
menyebar di bagian utara dan barat Filipina, di pulau-pulau Luzon, Mindoro, Marinduque, Masbate, dan mungkin pula di Calamian dan Palawan.
11. Kobra mindanao (Naja samarensis)
menyebar di bagian selatan dan timur Filipina, di pulau-pulau Mindanao, Samar, Leyte, Bohol dan sekitarnya.
12. Kobra mesir (Naja haje)
ular ini dikenal pula dengan nama lain, asp, dan terkenal dalam sejarah karena digunakan oleh Cleopatra, ratu Mesir, untuk bunuh diri.
13. Naja melanoleuca
14. Naja annulifera
15. Naja nigricollis, kobra penyembur dari Afrika.
16. Naja mossambica, kobra Mozambik
17. Naja nivea
Warna yang Mengacaukan
Berbagai jenis kobra dapat memiliki warna dari hitam atau coklat tua sampai putih-kuning. Pada masa lalu, warna tubuh dan kemampuan menyemburkan bisa – melalui kombinasi dengan beberapa ciri lainnya– digunakan sebagai dasar untuk membedakan jenis-jenis kobra. Akan tetapi kini diketahui bahwa variasi warna dalam satu jenis (spesies) kobra begitu beragam, sehingga mustahil digunakan sebagai patokan pengenalan jenis. Sebagai teladan, ular sendok Jawa diketahui berwarna hitam kelam di Jawa bagian barat namun kecoklatan hingga kekuningan di Jawa timur dan Nusa Tenggara.
Yang lebih merumitkan ialah beberapa kobra yang berbeda spesiesnya dapat memiliki warna atau pola warna yang bermiripan. Di Thailand umpamanya, yang memiliki beberapa jenis kobra, peneliti harus lebih berhati-hati untuk menetapkan identitas ular yang ditemuinya. Karena perbedaan spesies ini akan bersifat menentukan bagi hasil risetnya kelak. Perbedaan spesies ini juga berarti perbedaan karakter bisa (racun), yang penting untuk diketahui apabila menangani korban gigitan ular.
Bisa Ular sendok
Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisa neurotoxin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja.
Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.
Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat (balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung, untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung. Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa (biasanya di Indonesia disebut SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.
Gejala-gejala Keracunan
Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.
Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.
Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi nekrosis. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.
Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (shock) pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernafasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.
‘Bukan Salah Patukan Ular’
Oleh C Ramasamy
Ali Khan Samsuddin |
puteri ular ~ puteri nur aryani saiful yazan |
KEMATIAN Raja Ular Malaysia, Ali Khan Samsuddin, 48, pada 1 Desember 2006 memang tragis dan mengejutkan.
Tragis karena nyawanya direnggut oleh hewan yang selama ini dicintai dan menjadi bagian dari hidupnya.
Mengejutkan karena Ali Khan dilaporkan hanya diberikan pengobatan rawat jalan meskipun dipatuk kobra yang diketahui mampu menyuntik enam sampai tujuh mililiter bisa untuk setiap patukan dan menurut pakar, bisa itu cukup untuk membunuh seekor gajah atau 20 orang.
Pada 1991 saat tampil bersama 308 ekor ular kobra di Pesta Selangor di Shah Alam, Ali Khan pernah berkata: "Ular adalah hidup saya. Meskipun banyak kali digigit, keyakinan saya tidak tergoyahkan. Saya menyukai tantangan. "
Tentu Ali Khan seorang yang menyimpan keyakinan tinggi meskipun setiap waktu dihadapkan dengan maut.
Keyakinan yang sama jika menyaksikan sepanjang karirnya sebagai penjinak ular selama 41 tahun, Ali Khan menggadai nyawa menciptakan berbagai rekor termasuk mengukir nama dalam Guinness World Records pada 1998 setelah tinggal bersama 6.000 ekor kalajengking selama 21 hari.
"Saya menganggap apa yang terjadi sebagai suatu kecelakaan. Tidak lebih dari itu. Ayah memang kompeten menangani ular, tetapi apa yang terjadi sudah ditakdirkan. Bukan salah ular menggigit. Kita tidak akan dapat mengubahnya, "kata anak almarhum, Amjad Khan, 21.
Menurutnya, kejadian itu terjadi dua hari setelah dia dan almarhum membuat pertunjukan di Pameran Pertanian, Hortikultura dan Agro Wisata (Maha) 2006 di Serdang, Selangor.
"Saya buat pertunjukan di Maha selama enam hari mulai 21 November. Pada hari-hari terakhir, ayah bergabung dengan saya. Itu terakhir kali saya bertemu dengannya. Setelah itu, saya pulang ke Taiping sementara ayah ke Kuala Lumpur untuk membuat pertunjukan solo, "katanya sambil menerima panggilan telepon setelah Ali Khan dipatuk ular.
Amjad mengatakan, sepanjang bermain ular selama lebih empat dekade, almarhum hanya dipatuk sebanyak lima kali - dua kali oleh ular senduk dan tiga kali oleh ular tedung selar.
"Setiap kali kena gigit pada tangan atau jari, ayah akan 'potong' sedikit bagian yang digigit sebelum memijat untuk mengeluarkan darah berbisa.
"Ayah kemudian akan mengikat bagian itu dengan tali sebelum pergi ke rumah sakit untuk berobat. Biasanya ayah diberikan obat antibisa dan selesai, "katanya.
Katanya, ular yang mematuk almarhum diberikan oleh seorang teman sekitar enam bulan lalu dan ular itu tidak pernah menggigit orang sebelumnya atau menimbulkan masalah.
"Saya tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi. Mungkin ular itu terlalu agresif atau terkejut sewaktu pertunjukan. Atau mungkin juga ayah hilang fokus ketika melakukan pertunjukan terakhirnya itu, "katanya menambahkan reptil itu kini tidak lagi dalam simpanannya meskipun dia ingin memilikinya.
Ali Khan dipatuk ular sepanjang enam meter itu di lengan kiri ketika tampil di Kuala Lumpur pada 28 November. Dia yang dilarikan ke Rumah Sakit Kuala Lumpur (HKL) dilaporkan hanya diberikan pengobatan sebagai pasien rawat jalan dengan alasan kondisinya tidak serius.
Empat puluh delapan jam kemudian, yaitu pada 30 November, Ali Khan dilaporkan mengalami lemah badan dan bengkak serta memar di beberapa bagian tubuh lalu bergegas kembali ke HKL, tetapi meninggal pada sekitar jam 1 pagi 1 Desember 2006.
Pengobatan yang diberikan kepada Ali Khan tetap menimbulkan persoalan.
Bagaimana mungkin seorang yang digigit oleh ular sangat berbisa diizinkan pulang, apalagi korban adalah seorang penderita diabetes?
Mengapa Ali Khan tidak ditahan di rumah sakit untuk pengawasan intensif sehingga memungkinkan dokter memantau perkembangannya agar dapat diberikan perawatan lanjutan?
Ketika Ali Khan mengalami komplikasi dua hari kemudian, hal itu menunjukkan kondisi korban memang serius sejak hari pertama dipatuk ular. Mengapa kondisi tersebut tidak terdeteksi dokter yang merawatnya?
Bisa ular memang bisa membunuh, tetapi apakah Ali Khan mungkin masih hidup lagi hari ini seandainya dia mendapat perawatan 'tepat'? Hanya HKL yang dapat memberikan jawabannya.
Apa yang terjadi turut menimbulkan ketidakpuasan di kalangan sejumlah pembaca yang menulis ke media massa. Seorang pembaca misalnya mempertanyakan: Bukankah setiap orang yang digigit kobra perlu dirawat tampaknya keracunan yang parah sudah terjadi? Mengapa dalam kasus ini, pengobatan diberikan tampak seperti sembarangan?
Insiden yang menimpa Ali Khan mengembalikan ingatan kepada kematian yang terjadi kepada Arni Syuhada Salleh, 23, dari Desa Lamir, Pekan, Pahang pada 1 Oktober 2004 akibat dipatuk ular tedung di rumahnya.
Dia yang dibawa ke Rumah Sakit Pekan gagal diselamatkan karena pusat medis itu tidak memiliki obat antivenom untuk merawatnya, sebaliknya korban hanya diberikan obat penahan sakit!
Amjad mengatakan dia tidak tahu apakah almarhum diberikan pengobatan yang sesuai oleh HKL atau sebaliknya karena tidak berada bersama ketika almarhum diobati.
"Saya bukan dokter. Tapi saya harap pihak rumah sakit sudah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa ayah, "katanya yang terbiasa dengan ular pada usia setahun dibandingkan arwah ayahnya pada usia tujuh tahun.
Ali Khan, yang merupakan generasi keempat penjinak ular, meninggalkan seorang istri, Mau Boh Bee Dastagir, 48, dan lima anak - dua perempuan dan tiga pria. Amjad adalah anak kedua dan satu-satunya anak yang diturunkan ilmu ular.
"Saya tidak gentar dengan apa yang terjadi.
"Saya juga tidak khawatir kemungkinan nyawa saya turut dicabut ular. Ilmu yang diberikan ayah memadai. Ayah ingin saya menciptakan nama, kalau bisa lebih hebat dari dia. Itu yang selalu dia pesan," katanya.
Pada 1991 sewaktu diwawancarai di Pesta Selangor, Ali Khan mengatakan: "Amjad memiliki semua kualitas untuk menjadi Raja Ular dan dia sudah meraih popularitas pada usia semuda ini (Amjad berumur enam tahun ketika itu). Dia akan mengambil alih (tugas saya) dalam waktu 10 hingga 15 tahun lagi. "
Hari ini sebagaimana difirasat ayahnya, Amjad mengambil alih tempat ayahnya dan dia sudah memasang ambisi untuk menyempurnakan impian terakhir almarhum.
"Ayah sudah tinggal bersama ular dan kalajengking serta menciptakan rekor yang mengharumkan namanya ke seluruh dunia.
"Sebelum kejadian, ayah berencana untuk tinggal bersama 500 tarantula selama 50 hari pada Mei tahun depan (2007). Namun tidak kesampaian tetapi saya akan berusaha membuat itu terjadi, "katanya yang berkualifikasi diploma dalam bidang komputer.
SHC dimana ? Dan ada cp nya ? Teman saya tergigit naja spuratix ( cobra ) dia belum mendapatkan serum. Dia berada di rsud. Ciawi bogor. Tolong bantuan nya. Langsung hub : 7CA7DE53
BalasHapus